Aksi mogok juga dikhawatirkan akan memberikan dampak terhadap arus barang di pelabuhan Tanjung Priok.
Menanggapi itu, Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi memastikan, pihak Ditjen Bea dan Cukai sudah melakukan koordinasi untuk memastikan pelayanan kepabeanan dan cukai di Pelabuhan Tanjung Priok tetap dapat berjalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Antisipasi yang akan dilakukan Bea dan Cukai adalah dengan menyesuaikan arus barang masuk di Pelabuhan Tanjung Priok saat nantinya aksi mogok kerja dilakukan.
"Dari sisi kepabeanan, kita sudah siaga kan. Sudah standby pemeriksa banyak. Kalau misalnya harus dilakukan pemindahan lokasi, kita ikuti saja. Jadi bagi bea dan cukai kita siap untuk memberikan pelayanan meskipun ada perubahan antisipasi itu," jelas dia.
"Kan ini plan a dan b sudah siapkan. Misalnya ada kapal yang pindah enggak jadi bersandar di situ, sandar di mana, pemeriksa saya pindahin saja ke situ. pemeriksa menyesuaikan di mana aliran barang itu mengalir," papar dia.
Heru memastikan, antisipasi aksi mogok kerja oleh Ditjen Bea dan Cukai sudah dilakukan dengan upaya-upaya yang matang. Apa lagi, aksi mogok kerja oleh Serikat Pekerja JICT ini bukan aksi yang pertama kali dilakukan.
"Kita antisipasinya sudah bagus, pemeriksa kan mobile, tinggal sesuaikan saja. Kalau kapal bersandar di tempat lain, kita kerahkan pemeriksa ke arah sana. Sistemnya kan sudah online bisa di mana-mana," kata dia.
Tidak hanya itu, meskipun pada tanggal 3 Agustus-10 Agustus 2017 Serikat Pekerja JICT akan melakukan aksi mogok kerja. Heru memastikan layanan Bea dan Cukai tetap beroperasi selama 24 jam.
"24 jam, sistem Bea dan Cukai terintegrasi antara satu pelabuhan dengan pelabuhan lain, itu terkait sistemnya. Kalau ada pemeriksaan tinggal sesuaikan saja, SDM sudah standby mengikuti pergerakan dari barang itu, Bea dan Cukai siap antisipasi," tukas dia.
Diketahui, aksi mogok kerja ini merupakan buntut dari perpanjangan kerja sama pengelolaan dan pengoperasian pelabuhan PT JICT antara PT Pelindo II dengan Hutchison Port Holding.
Perpanjangan kerja sama ini terindikasi merugikan keuangan negara sebesar US$ 360 juta atau sekitar Rp 4,08 triliun. (dna/dna)