Pasokannya Langka, Begini Kondisi Produksi Garam di RI

Pasokannya Langka, Begini Kondisi Produksi Garam di RI

Muhammad Idris - detikFinance
Selasa, 01 Agu 2017 15:36 WIB
Foto: Suparno
Jakarta - Kepala Pusat Riset Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Riyanto Basuki, mengatakan tak semua pantai bisa dijadikan sebagai sentra produksi garam yang baik. Hal tersebut sangat bergantung pada kelembaban udara, curah hujan, angin, kadar garam dalam air laut, dan faktor lainnya.

"Produksi garam kan sangat tergantung cuaca, tingkat curah hujan, temperature, angin, kelembaban, dan lainnya. Kalau curah hujan dan kelembaban tinggi, itu akan menghambat proses evaporasi (penguapan), menjadikan air laut jadi air tua (bahan baku garam) menjadi agak lambat. Ini membuat produktivitas petambak garam rendah," kata Riyanto kepada detikFinance, Selasa (1/8/2017).

Selain itu, lanjut dia, pengelolaan garam yang masih dilakukan tradisional juga membuat produksi garam lokal masih kurang optimal, baik dari sisi kebersihannya maupun volumenya. Hal ini berbeda dengan produksi garam di Australia yang sudah menggunakan mekanisasi lewat alat-alat modern.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Indonesia sifatnya masih padat karya. Indonesia tak bisa dibandingkan dengan Australia, karena mereka sudah mekanisasi, lebih tepatnya membandingkan dengan India yang sama-sama petambak rakyat atau padat karya," ujar Riyanto.

"Masukan teknologi ini kan sifatnya untuk meningkatkan produksi dan puritas. Misalnya dengan tempo hari dengan penggunaan geo membran," tambahnya.


Lanjut dia, skala luas lahan produksi garam di oleh petambak garam yang masih kecil juga berkontribusi pada panen garam kurang maksimal

"Sama seperti kasus di pertanian, pasti kendalanya lahan sempit yang terfragmentasi kecil-kecil. Hitung-hitungan rata-rata lahan tambak garam di Indonesia itu hanya 0,5 sampai 0,75 hektar," terang Riyanto.

Kepemilikan lahan yang sempit ini coba diatasi KKP lewat program pusat usaha garam rakyat (Pugar). Dimana kawasan tambak garam yang terfragmentasi tersebut terhubung melalui jalan produksi dan irigasi yang dibangun pemerintah. Sehingga meski lahan tambak garam berskala kecil, namun semuanya terintegrasi dalam satu kawasan.


"Kalau terfragmentasi kan enggak optimal, perlu ada penyatuan. Salah satunya dengan Pugar yang dimulai tahun 2016. Di sana kita coba satukan, dibandingkan garap lahan sendiri-sendiri. Sama kan seperti pertanian, kalau terintegrasi dalam satu kesatuan, hasilnya lebih baik," pungkasnya. (idr/hns)

Hide Ads