Pengusaha: Pemerintah Jangan Takut-takuti Orang Mau Belanja

Pengusaha: Pemerintah Jangan Takut-takuti Orang Mau Belanja

Hendra Kusuma - detikFinance
Rabu, 09 Agu 2017 18:43 WIB
Foto: rengga sancaya
Jakarta - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah segera mengambil tindakan untuk mengatasi persoalan perekonomian nasional yang saat ini terjadi.

Meski tumbuh 5,01% di kuartal II 2017, namun masih belum merata ke seluruh sektor. Hal tersebut tergambar dari realisasi penjualan sektor ritel yang hanya tumbuh 3,7% di semester I tahun ini, angka ini merosot tajam jika dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.

Wakil Ketua Aprindo Tutum Rahanta menilai, pemerintah tidak hanya memberikan solusi jangka pendek melainkan jangka panjang agar kejadian serupa tidak lagi terjadi ke depannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pemerintah yang pegang instrumen, solusi jangka pendek harus dilaksanakan, agar ada target yang dicanangkan, tapi long term ini juga perlu diperbaiki, jangan sampai tahun depan terjadi lagi soal ini, karena tidak ada perbaikan," kata Tutum di Jakarta, Rabu (9/8/2017).


Solusi jangka pendek yang bisa dilakukan pemerintah seperti memberikan bantuan sosial, lalu bisa juga menggenjot sektor padat karya untuk menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi. Kebijakan moneter juga bisa dilakukan melalui penurunan suku bunga acuan.

"Banyak faktor yang bisa, masalahnya ini warisan yang dulu tidak dikerjakan, short term ini belum, jadi lebih kepada ketenangan, kenyamanan pelaku usaha dan konsumen, jangan ditakut-takuti, mau belanja ini ditakut-takutin," tambah dia.

Ketakutan itu misalnya datang dari pajak. Pemerintah sempat berencana untuk mengecek penghasilan melalui transaksi pada kartu kredit dan pemantauan rekening dengan batas Rp 200 juta.


Meski bisa dilakukan perbaikan dengan jangka pendek, Tutum meminta pemerintah tetap melakukan upaya untuk jangka panjang. Dia mengibaratkan, jika penyakit ginjal dengan gejala awal panas dalam, untuk jangka pendeknya minum obat panas dalam, begitu seterusnya sehingga tidak pernah diketahui bahwa penyakit yang sebenarnya ginjal. Sehingga, jangka menengah hanya sebagai penenang sesaat.

"Apapun teorinya, seperti kita minum kalau ginjal kita sakit, seperti panas dalam, dan itu hanya minum obat penurun panas, memang turun, tapi dia tidak tahu kalau ginjalnya itu sakit," ungkap dia.


Apalagi, lanjut Tutum, jika akar masalah soal perekonomian nasional yang data makro tidak sejalan dengan mikro tidak segera ditangani, maka yang paling terkena dampaknya adalah masyarakat kelas bawah.

"Yang kena duluan itu ya kelas bawah, karena berhubungan langsung itu padat karya, jadi kalau drop harganya pasti produksi menurun dan berefek pada tenaga kerja, aktivitasnya dari atas itu kan berputar, yang mendeteksi itu duluan adalah minimarket," tukas dia. (mkj/mkj)

Hide Ads