Goreng saham sama saja dengan praktik perdagangan semu. Hal itu tentu dilarang dan diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal. Namun aksi goreng saham kenyataannya sulit untuk dibuktikan. Lalu bagaimana caranya goreng saham dilakukan?
Menurut praktisi pasar modal, inspirator investasi, serta penulis buku Bandarmology, Ryan Filbert, untuk menggoreng saham harus dilakukan beberapa orang atau berkomplot dan memiliki beberapa rekening di lebih dari satu sekuritas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pasti pakai beberapa broker, pakai beberapa akun dan beberapa orang. Kerja begitu kan enggak satu orang. Termasuk untuk menyebar isu. Itu jadi satu bagian," ujarnya kepada detikFinance, Jumat (11/8/2017).
Komplotan ini juga berisi pihak-pihak yang biasanya memberikan rekomendasi saham. Awalnya mereka memberikan rekomendasi jual terhadap saham yang akan digoreng. Hal itu agar harga sahamnya turun dan bisa ditampung oleh penggoreng saham.
"Misalnya sahamnya selalu direkomendasikan sell, tapi ada di salah satu broker akumulasi beli terus. Dia bilang jangan beli lagi jelek, eh dia beli sendiri. Itu praktik bandit," terang Ryan.
Setelah memiliki saham dengan volume yang cukup besar, komplotan ini mulai melakukan transaksi semu dengan beberapa akun yang berbeda dari beberapa broker. Dengan begitu seolah-olah saham yang biasanya tidur seakan tiba-tiba bergerak. Hal itu agar menarik pelaku pasar lainnya.
Untuk lebih meyakinkan para investor yang menjadi mangsanya, komplotan penggoreng saham biasanya menyebar isu-isu positif terhadap emiten yang sahamnya tengah digoreng.
Nah, penyebaran isu-isu ini dilakukan secara sporadis melalui grup-grup sosial media yang berisi investor saham. Bahkan menurut Ryan terkadang juga melibatkan media untuk menyebarkan isu tersebut.
"Kalau penyebaran isu bisa pakai perkumpulan investor, WhatsApp grup, media juga. Saya juga kadang suka dapat info. Kalau untuk penyebaran isu banyak cara," tuturnya.
Ketika para pelaku pasar mulai termakan isu tersebut, mereka akhirnya mulai masuk ke saham yang sedang digoreng. Di saat itu sahamnya mulai bergerak menguat secara drastis. Gerbong-gerbong investor yang menjadi mangsa pun mulai penuh.
Ketika saham yang digoreng sudah menyentuh target level penguatan yang dituju, barulah sang penggoreng saham melepasnya dengan jumlah yang besar. Alhasil sahamnya kembali ambruk ke level yang seharusnya. Di situlah banyak investor yang menjadi korban karena nyangkut di saham tersebut.
Namun kata Ryan, banyak skenario yang bisa dilakukan untuk menggoreng saham, yang terpenting harus memiliki modal agar mampu menggerakan saham. (wdl/wdl)