Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Trikasih Lembong, saat berbicara dalam Forum Public Private Dialogue International Trade and Investment di Hotel Mandarin, Jakarta, Senin (4/9/2017).
"Vietnam lebih agresif dalam perjanjian-perjanjian CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement). Barang-barang mereka tidak dikenakan tarif atau zero, sementara Indonesia terkena 10%-17% tarif bea masuk. Akhirnya produk-produk ekspor kita harus berjuang lebih keras," kata Lembong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau lihat Vietnam, kenapa kita tak bisa. Mereka bisa, kenapa kita tidak. Kompetitor menawarkan kemudahan dan mereka sangat agresif di CEPA. Saya pikir ini yang perlu diselesaikan. Tahun ini kita coba selesaikan CEPA dengan Australia," jelas Lembong.
"Kemudian dalam perjanjian bebas ada asas resiprokal. Kita harap negara lain buka pasarnya untuk kita, kita juga harus melakukan hal yang sama," tambahnya.
Lanjut dia, selain membuat ekspor Indonesia kurang kompetitif dengan negara seperti Vietnam, lambatnya kesepakatan CEPA berpengaruh investasi langsung ke Indonesia.
"Kalau perdagangan kita kurang kompetitif, siapa yang mau investasi di sini? Saya pikir FDI (foreign direct investment) bisa lebih kencang kalau ini bisa diperbaiki," pungkas Lembong.
Hadir dalam acara dialog yang digelar Kamar Dagang dan Industri (Kadin) tersebut di antaranya perwakilan duta besar negara sahabat, dan perwakilan bisnis lokal dan asing. (idr/hns)