Dari riset yang dilakukan ke-34 Provinsi di Indonesia selama periode April hingga September tahun ini, didapati posisi Jakarta dikalahkan oleh Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa tengah yang masing-masing menduduki posisi pertama, kedua dan ketiga.
Research Fellow sekaligus Deputy Director ACI Mulya Amri mengatakan penurunan ini disebabkan oleh performa Jakarta yang stagnan, terutama dalam inovasi di bidang perizinan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari temuan ACI juga diketahui bahwa DKI Jakarta mengalami penurunan peringkat pada dua dari tiga kategori yang dijadikan sebagai variabel indeks kemudahan dalam berusaha. Di antaranya pada kategori attractiveness to investor atau daya tarik ke investor, peringkat Jakarta turun dari peringkat 1 di tahun 2015 ke peringkat 3 di tahun 2017.
Sementara kategori business friendliness atau keramahan dalam melakukan usaha, peringkat Jakarta turun dari peringkat 2 di tahun 2015 ke peringkat 7 di tahun 2017. Sedangkan di kategori competitive policies atau regulasi, Jakarta menduduki peringkat 19 dari total 34 provinsi Indonesia.
Direktur Eksekutif JPI, Wendy Haryanto mengatakan, proses perizinan bangunan yang menjadi salah satu indikator penting kemudahan berbisnis masih belum ada kemajuan. Hal ini berpotensi membuat calon investor tidak lagi menjadikan Jakarta tujuan utama investasi dan beralih ke provinsi lain.
"Hingga saat ini, belum ada inovasi yang signifikan terkait dengan proses perizinan di Jakarta. Ini salah satunya disebabkan oleh PTSP sebagai garda terdepan perizinan mempunyai banyak masalah," tuturnya.
Indeks ini sendiri diyakini lebih komprehensif dibandingkan indeks serupa yang dikeluarkan oleh World Bank. Co-Director ACI, Tan Kong Yam mengatakan indeks ACI, dihitung berdasarkan statistik ekonomi dan menggabungkan pandangan dari 925 pelaku bisnis di 34 provinsi.
"Para investor saat ini tengah mengamati bagaimana pemerintah provinsi mempermudah prosedur investasi. Bagi mereka, reformasi peraturan saja tidak cukup. Untuk memutuskan tujuan investasi, mereka juga mempertimbangkan kondisi infrastruktur dan tenaga kerja, potensi pasar dan efektivitas biaya. Oleh karenanya, ACI memasukkan faktor-faktor tersebut dalam indeks ini," tukasnya. (eds/ang)