Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo mencontohkan anggaran pendidikan. Alokasi 20% dari total APBN, jumlah yang digunakan daerah untuk gaji dan tunjangan guru jauh lebih besar dibanding alokasi untuk pembangunan maupun renovasi atau rehabilitasi sekolah yang rusak.
"Kalau kita lihat khusus anggaran pendidikan, data dan fakta berbicara. Anggaran pendidikan di tahun 2017 itu Rp 419 triliun. Tetapi dari Rp 419 triliun tadi, Rp 261 triliunnya adalah untuk transfer ke daerah, Rp 155 triliunnya digunakan untuk Kementerian/Lembaga seperti Kemenristekdikti dan Kemenag," terang Boediarso di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (22/11/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ironisnya lagi, anggaran pendidikan yang dialokasikan dari pusat tadi, tak semua daerah mengalokasikan porsi yang sama. Padahal, anggaran dari pusat sudah banyak dibelanjakan untuk belanja pegawai.
"Di APBD, anggaran pendidikan Rp 231 triliun dari total belanja. Tapi kalau kita lihat, minimal harusnya sama atau jauh lebih besar dari pusat. Ini menebabkan kondisi sarana pendidikan belum memadai. Jumlah ruang SD kelasnya yang rusak ada 178.194. Diperlukan sekitar Rp 20 triliun untuk merehabilitasi itu. Sementara kemampuan untuk merehabilitasi gedung SD tadi hanya Rp 2,1 triliun. Artinya butuh waktu 10 tahun hanya untuk bisa merehab gedung tadi kalau cuma bisa Rp 2 triliun setiap tahunnya," ungkap Boediarso.
Fakta ini semakin diperparah dengan kualitas pendidikan Indonesia yang jika dibandingkan dengan 69 negara menduduki posisi jajaran bawah. Hal ini bisa menjadi cerminan dari kuantitas dan kualitas tenaga pendidik yang dimiliki Indonesia.
Dari jumlah guru yang ada berjumlah 3,9 juta, 45% guru PNS, 55% guru non PNS, 25% guru di antaranya belum memenuhi syarat kualifikasi akademik dan 52% guru belum memiliki sertifikat profesi. Padahal, tunjangan khusus guru sudah meningkat hampir tiga kali lipat dari sebelumnya.
"Peringkat skor pendidikan Indonesia untuk science itu di nomor 62, membaca 61, matematika 63, dari 69 negara di tahun 2015," tandasnya. (eds/hns)