Upaya Habibie mewujudkan kemandirian industri dirgantara dalam negeri bukan tanpa sebab. Dengan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan, kebutuhan transportasi udara akan selalu dibutuhkan sampai kapanpun.
Angkutan udara menggunakan pesawat terbang lebih cepat dan mudah menjangkau ke pulau-pulau atau ke daerah terpencil di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Destra menambahkan, Indonesia menjadi pasar penjualan pesawat jarak dekat-menengah terbesar di dunia. Namun, sayangnya potensi yang begitu besar belum bisa dimanfaatkan industri dirgantara dalam negeri.
"Dekat-menengah Indonesia pasar terbesar dunia. 50% dari penjualan pesawat dunia adanya di sini dan akan konyol sekali kalau enggak bisa dapatkan apa-apa dari sini dan kita mampu," kata Destra.
Destra meyakini, Indonesia sangat mampu membuat pesawat buatan dalam negeri sendiri. Ia meyakini kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada mampu mewujudkan pesawat buatan dalam negeri.
Akan tetapi, jika SDM yang sudah ada tidak dimanfaatkan sebaik mungkin, maka dibutuhkan waktu 30 tahun mendatang untuk Indonesia merakit pesawat buatannya sendiri.
"Bikin pesawat bukan uang, tapi SDM. Bikin SDM mampu 30 tahun. Kalau enggak bisa meneruskan, generasi dirgantara mati selesai dan butuh 30 tahun lagi bangun," kata Destra.
Direktur Utama RAI menambahkan, keterlibatan Habibie dalam proyek R80 bisa dibilang sebagai penggerak roda pembuatan R80. Habibie juga terlibat langsung dalam desain R80 bersama anak dalam negeri lainnya.
"Pak Habibie selalu kita tanyai hal strategis. Kita mau bikin 20 atau 80 penumpang atau 100 penumpang. Strategis, ini Pak Habibie selalu dan ini berjalan belasan tahun lalu saya dulu di PTDI teknologi dan kita biasa tiap minggu diskusi teknik," ujar Agung. (ara/mkj)