Ia menuturkan kabupaten dan kota di Papua sangat memerlukan pesawat sebagai moda transportasi. Pasalnya, sambung dia, jarak antar daerah cukup jauh dan belum memiliki akses yang memadai untuk moda transportasi jenis lainnya.
"Pasti Papua, karena setiap kabupaten dan kota pasti ingin punya pesawat. Kalau ini (Nurtanio) harganya Rp 81 miliar, APBD mereka di atas Rp 1 triliun, satu pemda bisa punya dua (pesawat)," kata Budi di PTDI, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Selasa (16/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Papua itu landasannya pendek, udara terbatas, cuaca labil dijelaskan (Dirut PTDI) pesawat ini handal di medan seperti itu," ungkap dia.
Dia mengaku akan memfasilitasi pesawat Nurtanio apabila nantinya beroperasi di Papua. Dia bakal meminta konsorsium perusahaan-perusahaan maskapai penerbangan yang beroperasi di Papua menjadi operator Nurtanio.
"Bisa kita titipkan ke perusahaan-perusahaan yang ada di sana, ada Susi Air, Trigana Air. Tapi kita tetap akan ketat dalam hal ini, tidak semua orang bisa jadi operator," tutur dia.
Menurutnya PTDI juga harus meningkatkan pemasaran untuk tingkat internasional. Salah satunya meningkatkan kualitas produksi hingga membentuk tim khusus pemasaran handal untuk meningkatkan daya saing internasional.
"Kalau kita tidak melihat kapasitas produksi dan pemasaran dengan baik, maka yang sudah kita rancang sekian useless. Pemasaran itu akan jadi ujung tombak, bahkan suatu waktu kita rakit ada beberapa negara sharing. Saya sarankan buat tim marketing yang bagus dan finance bagus juga," kata Budi.
Persiapan Sertifikasi Sebelum Produksi Massal
Pesawat N219 Nurtanio sampai saat ini sudah melakukan 13 kali uji terbang dengan total waktu 16 jam. PTDI menargetkan akhir tahun 2018, pesawat N 219 Nurtanio bisa mencapai 350 jam uji terbang sebagai salah satu syarat sertifikasi.
"Tapi tidak hanya dengan satu product development, karena akan ada di akhir bulan Februari, satu product development untuk mendampingi supaya memenuhi menjadi 350 jam terbang," kata Direktur Utama PTDI Elfien Goentoro
PTDI bersama Kemenhub berupaya untuk mempercepat proses sertifikasi dengan cara purwarupa pesawat pertama dan kedua N219 Nurtanio akan menjalani serangkaian tes yang berbeda.
"Untuk mengejar target jam terbang, kami menggunakan dua pesawat yang kemudian bisa mempercepat proses sertifikasi, yang dimana kedua pesawat ini memiliki misinya masing-masing," kata Chief Engineering N219 Nurtanio Palmana Banandhi.
Purwarupa pesawat pertama N219 Nurtanio akan menjalani serangkaian pengujian yakni menyelesaikan pengujian performance dan structure test. Sedangkan purwarupa pesawat kedua digunakan untuk pengujian system test, seperti avionic system, electrical system dan flight control.
"Dari 100% subject flight test, itu kita bagi menjadi dua, 50:50. Sehingga nanti kegiatan-kegiatan flight test bisa dioptimalkan, tidak hanya di satu pesawat, dan ini memungkinkan untuk bisa dicapai dalam tahun ini," kata Palmana.