JTD merupakan operator tol atau pemilik konsesi sebagian seksi jalan tol yang rencananya akan diintegrasikan dengan JIT.
"Saya juga enggak tahu. Saya juga masih mau pelajari. Saya juga enggak jelas kenapa. Karena membuat jalan tol di bawah tanah itu kan sangat mahal," katanya saat dihubungi detikFinance, Jumat (19/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang saya dengar bahwa mereka ingin menggabungkan di dalam terowongan itu juga sekaligus untuk pengendali banjir. Ya memang baik untuk Jakarta. Tapi pertanyaannya, membuat jalan di bawah tanah itu mahal sekali," ucap dia.
Menurut Frans, pembangunan jalan tol di bawah tanah akan sulit direalisasikan mengingat biayanya sangat mahal, atau tiga kali lipat dari pembangunan jalan tol struktur layang yang menjadi rencana pembangunan tol dalam kota saat ini.
Meskipun Antaredja disebut sudah merampungkan kajian, Frans mengatakan pihaknya juga akan meneliti hasil kajian itu terlebih dahulu sebelum ada kesepakatan.
"Kajian kan dari mereka (Antaredja). Kita kan belum lihat kajiannya. Kita pelajari dulu. Itu kan kajian dari Antaredja. Memang kemarin di pembicaraan kami sudah disampaikan kajiannya, tapi kita mau pelajari dulu. Tapi saya sudah dari awal katakan bahwa ini jalan tolnya PU, jadi saya tidak dalam posisi untuk mengatakan iya atau tidak oke. Kedua, ini kalau mau sepakat harus kesepakatan betul, harus tidak merugikan pihak manapun. Makanya harus dipelajari betul," jelasnya.
"Jadi terlalu dini untuk mengatakan kita mau melakukan kerja sama. Jalan tol nya mau dibikin di bawah tanah jadi terowongan kan. Ini kan bukan kewenangan kami. Kami kan pemegang konsesi jalan tol normal. Jadi kalau mau ada perubahan-perubahan yang sifatnya sangat mendasar adalah kewenangannya PUPR," pungkasnya.
JIT sendiri akan dibangun di bawah tanah di kedalaman sekitar 15 meter. JIT berbentuk semacam terowongan dengan diameter 11 meter yang ada di bawah tanah.