Proyek ini dibuat untuk mengatasi persoalan banjir dan macet di Ibu Kota, di mana konsep pembangunannya akan menggunakan tenaga air.
"Terowongan ini ada 4 fungsi, yaitu fungsi pengendali banjir, fungsi tol, fungsi bahan baku air minum karena itu akan jadi long storage bagi pemerintah tidak kekurangan air minum, dan fungsi power plan, yaitu menyiapkan listrik. Dari kita sudah buat konsepnya ada 600 megawatt kita akan bangun memakai tenaga air," katanya di Balai Kota, Jakarta, Rabu (24/12/2017) lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembangunan mega proyek senilai US$ 3 miliar atau Rp 39 triliun ini rencananya akan digabungkan dengan pembangunan jalan tol di bawah tanah. Jalan tol tersebut merupakan bagian dari konsesi enam ruas tol dalam kota yang saat ini sebagian seksinya tengah dalam masa pembangunan.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno mengatakan, integrasi pembangunan dua proyek itu perlu dilakukan. Sandiaga mengatakan, di dalam proyek tunnel terpadu itu bakal ada 2 fase dari 2 seksi dari enam ruas tol dalam kota yang akan diintegrasikan. Hal ini pun menjadi salah satu janji pembangunan infrastruktur dalam 100 hari kerja Anies dan Sandi selaku orang nomor satu di Jakarta.
"Jadi, dua ruas dibangun di bawah tanah dengan kedalaman 7-15 meter, dan itu akan digunakan untuk transportasi kendaraan sebagai jalan tol, untuk air, pembangkit energi, dan utilitas kabel listrik," terang Sandiaga.
Namun demikian, belakangan diketahui rencana Pemprov DKI Jakarta mengintegrasikan pembangunan JIT dengan sebagian jalan tol dalam kota tersebut ternyata belum menemui titik kesepakatan dengan pemilik konsesi jalan tol itu sendiri, yakni PT Jakarta Toll Road Development (JTD). Direktur Utama JTD, Frans Sunito mengatakan, pihaknya sampai saat ini masih mempelajari hasil kajian yang dilakukan penggarap proyek JIT, PT Antaredja.
"Saya ingin meluruskan, kami JTD itu kan pemilik konsesi 6 ruas jalan tol dalkot DKI, termasuk dua ruas yang kemarin dibicarakan itu. Itu kan satu jaringan jalan yang memang dirancang dan merupakan program jalan tol nasional. Jadi kalau kemarin dibilang kita sudah sepakat, mungkin istilahnya bukan sepakat. Memang sudah bicara, tapi kita masih pelajari kajiannya," kata Frans kepada detikFinance beberapa waktu lalu.
Frans sendiri belum bisa mengungkapkan kapan kajian tersebut akan selesai dipelajari. Namun yang pasti, jika ada perubahan metode dan kerja sama baru dalam pembangunan, maka harus ada usulan ke Kementerian PUPR selaku otoritas.
Pasalnya, adanya perubahan metode pembangunan dan integrasi dengan proyek lain tentu membuat skema kerja sama baru harus disusun. Hal tersebut pun harus dibahas bersama-sama antara ketiga belah pihak, karena jalan tol yang dibangun di bawah tanah pun tidak membutuhkan biaya yang lebih sedikit dibanding dibangun melayang.
"Jadi intinya JTD sedang mempelajari tapi kalau mau bilang iya atau tidaknya, kan bukan kita. Itu kewenangannya ada di PU. Jadi kesepakatannya belum, ya baru bicara-bicaralah, diskusi kemungkinannya. Karena ini enggak sederhana konsepnya dan segala teknis itu sangat kompleks. Dan ini menyangkut kesepakatan bisnis, jadi harus menguntungkan kedua belah pihak," ucapnya.
Adapun mega proyek JIT sendiri dicanangkan oleh Joko Widodo saat masih menjabat Gubernur DKI. Sejak tahun 2014, Jokowi sudah memerintahkan pihaknya melakukan studi kelayakan yang diketahui sudah rampung.
Proyek rencananya dibangun mulai tahun 2018 dan ditargetkan rampung dalam waktu tiga tahun, yakni tahun 2021. Namun belum diketahui, kapan rencana untuk pengerjaan tol nya bawah tanahnya.
JIT sendiri akan dibangun di bawah tanah di kedalaman sekitar 15 meter. JIT berbentuk semacam terowongan dengan diameter 11 meter yang ada di bawah tanah.
JIT rencananya dibangun dua tingkat terowongan. Terowongan paling bawah rencananya bakal digunakan sebagai saluran air, sedangkan saluran di atasnya untuk jalan tol. Fungsi terowongan itu di antaranya untuk pengendali banjir, menjadi jalan tol, penampungan air, dan pembangkit listrik. (eds/ang)