Jakarta -
Tahun lalu PT Bank Muamalat Indonesia Tbk mengeluarkan pernyataan akan menerbitkan saham baru untuk tambahan modal perseroan. Namun rencana aksi korporasi tersebut gagal karena calon investor disebut kehabisan waktu untuk mengakuisisi saham bank syariah pertama di Indonesia ini.
Sebenarnya apa penyebab Bank Muamalat membutuhkan modal tambahan?
Rasio kecukupan modal Bank Muamalat per September 2017 tercatat 11,58% turun dibanding periode yang sama tahun 2016 12,75%. Padahal berdasarkan statistik perbankan syariah (SPS) per September 2017 rata-rata rasio kecukupan modal bank syariah nasional 16,16%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan laporan keuangan,
non performing financing (NPF) atau rasio pembiayaan bermasalah Bank Muamalat 2015 secara kotor sempat melewati batas aman dari regulator yakni, 7,46% atau sebesar 1,36 triliun, kemudian pada 2016 mulai membaik di posisi 3,97% atau Rp 696,2 miliar. Periode September 2017 NPF tercatat 4,54%.
Jadi untuk menopang ekspansi bisnis, Bank Muamalat memang membutuhkan dana segar.
"Kalau bisnis kurang modal, normalnya kan disuntik oleh pemilik. Nah ini pemiliknya tidak mau tambah. Karena sudah beberapa tahun tidak diberikan dividen," ujar Sumber
detikFinance, saat dihubungi, seperti ditulis Jumat (23/2/2018).
Memang, berdasarkan laporan keuangan tahunan 2016 kebijakan dividen perseroan adalah maksimum sebesar 20% dari laba bersih per tahun, yang jumlahnya ditentukan pada rapat umum pemegang saham (RUPS). Bank tidak membagikan dividen selama 5 tahun terakhir.
Laporan keuangan juga menyebutkan, bank berencana untuk memberikan dividen apabila terdapat surplus kas dari kegiatan operasional setelah dana tersebut disisihkan untuk dana cadangan, kegiatan pendanaan, rencana pengeluaran modal serta modal kerja perseroan.
Kemudian, apabila diperlukan, dari waktu ke waktu perseroan dapat tidak membagikan dividen kepada pemegang saham, seperti dalam hal perusahaan membutuhkan dana untuk pengembangan usaha atau pemenuhan modal atau akuisisi baru.
Komposisi pemegang saham Bank Muamalat Indonesia adalah 32,74% dimiliki Islamic Development Bank (IDB) yang menjadi pemegang saham mayoritas Bank Muamalat sejak tahun 1999, 22% Boubyan Bank, 17,91% Atwill Holdings Limited, 8,45% National Bank of Kuwait, 3,48% dimiliki oleh IDF Investment Foundation, 2,84% oleh BMF Holdings Limited, 1,67% milik Reza Rhenaldi Syaiful, 1,67% Dewi Monita, 1,66% Andre Mirza Hartawan, 1,39% Koperasi Perkayuan Apkindo-MPI (KOPKAPINDO) dan 6,19% pemegang saham lainnya.
Berikut fakta selengkapnya mengenai rencana tambahan modal Bank Muamalat yang dirangkum
detikFinance.
Peneliti Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (UI) Yusuf Wibisono menjelaskan masalah yang dihadapi oleh Bank Muamalat terjadi karena rasio pembiayaan bermasalah yang terlalu besar.
"Masalah di NPF yang terlampau tinggi, bahkan 2015 pernah NPF lebih dari 7%. Ini karena adanya masalah pada penyaluran pembiayaan. Kalau terancam bangkrut ya tidak seperti itu juga, karena kuartal III tahun lalu sudah lebih baik," kata Yusuf saat dihubungi
detikFinance.
Menurut Yusuf, akibat NPF tersebut maka profit dan permodalan terganggu sehingga dibutuhkan tambahan modal. Namun pemegang saham mayoritas tak mau menambahkan modal ke bank syariah pertama di Indonesia ini.
"Supaya bisa jalan dengan baik, Muamalat butuh investor baru yang mampu mengucurkan modal," imbuh dia.
Dia menjelaskan, jika terjadi 'sesuatu' terhadap Bank Muamalat, maka akan berdampak terhadap sistem perbankan syariah nasional. "Memang kemungkinan tidak pengaruh ke perbankan nasional. Tapi ke perbankan syariah akan pengaruh sekali, karena Muamalat posisi kedua setelah Bank Syariah Mandiri (BSM), nah ini bisa menggoyang juga," ujar dia.
Tahun lalu PT Minna Padi Investama Sekuritas Tbk maju untuk mengucurkan modal melalui skema rights issue atau penerbitan saham baru.
Pada 27 September 2017 manajemen Minna Padi mengumumkan perjanjian pengambilalihan saham Bank Muamalat. Saat itu PADI bertindak sebagai stand by buyer atau pembeli siaga dalam rangka penerbitan saham baru melalui skema Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue.
Nilai transaksi untuk akuisisi proses HMETD itu sebesar Rp 4,5 triliun. Jumlah saham Bank Muamalat yang akan dimiliki oleh PADI sekurang-kurangnya 51% dari seluruh modal yang ditempatkan dan disetor oleh Bank Muamalat.
Sebelumnya Direktur Bisnis Ritel Bank Muamalat Purnomo B Soetadi dalam keterangannya menjelaskan, penambahan modal bertujuan dengan masuknya investor baru dapat mendorong kinerja, meningkatkan size bisnis dan mengembangkan usaha Bank Muamalat.
Namun rencana tinggal rencana, Minna Padi akhirnya gagal melakukan rights issue untuk pencaplokan saham bank syariah pertama di Indonesia ini. Minna Padi terganjal perjanjian jual beli bersyarat atau conditional share subscription agreement (CSSA) per 31 Desember 2017 yang membuat perseroan batal memegang HMETD atas saham yang akan diterbitkan oleh Bank Muamalat.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengaku belum mendapatkan update informasi dari pemegang saham pengendali Bank Muamalat terkait niatan PADI sebagai calon investor.
"Yang ngomong batal itu siapa sih? Enggak ada pemegang saham pengendali yang datang ke kita (mengaku batal). Pemegang saham pengendali belum kirim surat ke OJK kalau itu batal," ujar Wimboh di kantornya, (15/2/2018) lalu.
Terkait nasib dana PADI yang ada di rekening escrow account sebesar Rp 1,7 triliun yang awalnya digunakan sebagai bagian rencana akuisisi, Wimboh enggan menjelaskan. Dia menyebut, pihak manapun yang berminat kepemilikan saham Bank Muamalat bisa langsung berbicara kepada pemegang saham pengendali, tak hanya berkoar di publik.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso pada Kamis 15 Februari 2018 mengungkapkan nasabah tak perlu khawatir dengan kondisi Bank Muamalat. Pasalnya bank yang digadang menjadi holding bank syariah tersebut masih memiliki kondisi likuiditas yang baik.
"Tidak perlu khawatir, bank ini bagus. Dana pihak ketiga (DPK) nya bagus. Murah, yang mau beli banyak. Artinya ini barang bagus, jadi tidak perlu khawatir soal itu," ujar Wimboh.
Dia menjelaskan, dalam bisnis perbankan Bank Muamalat masih dalam kondisi yang cukup baik.
"Radang-radang ya memang ada, tapi masih bagus. Non performing financing atau rasio pembiayaan bermasalahnya memang sudah di atas treshold, makanya kita minta tambahan modal. Tapi masalah likuiditas tidak ada," ujar dia.
Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia Ahmad K Permana menjelaskan, penambahan modal dalam industri perbankan adalah hal yang biasa.
"Kondisi Bank Muamalat masih likuid, masih baik rencana penambahan modal itu untuk pengembangan bisnis ke depannya," kata Permana kepada detikFinance.
Dia mengungkapkan, Bank Muamalat memang gagal mendapatkan suntikan modal dari Minna Padi. Karena itu, Muamalat langsung mengganti calon investor yang akan masuk ke perseroan.
Saat ini ada sejumlah investor asal luar negeri dan investor dari dalam negeri yang menyatakan berminat untuk menambahkan modal di Bank Muamalat.
"Alhamdulillah yang minat sama Muamalat banyak, kan baru 3 minggu Minna Padi diumumkan gagal. Nah sekarang kami harus lari cepat untuk mengubah arah, meskipun tidak bisa selesai dalam waktu 2 atau 3 minggu," ujar dia.
Menurut Permana, sejumlah investor ini sudah masuk sebelum Minna Padi menyatakan minat membeli bank syariah pertama di Indonesia ini. Nah setelah Minna Padi gagal mengakuisisi, calon-calon investor tersebut mulai maju dan menyampaikan minat ke perseroan.
Mantan Direktur Syariah PermataBank ini mengungkapkan perseroan memiliki beberapa strategi untuk mengurangi rasio NPF yang saat ini berada di kisaran 4%. Misalnya penambahan modal yang akan menambah rasio pencadangan. Kemudian right off pembiayaan yang diharapkan bisa membesarkan bisnis perseroan.
"Kalau di NPF kan ada pembilang atau yang macetnya, kemudian penyebutnya pembiayaan. Jadi kalau modal ditambahkan maka penyebutnya akan membesar dan pembilangnya atau yang macet otomatis mengecil," ujarnya.
Permana menjelaskan, bank dalam kondisi aman, likuiditas masih bagus. "Yang penting kepercayaan masyarakat masih tinggi, masih banyak yang sayang dengan Muamalat," ujar dia.
Berdasarkan laporan keuangan, Bank Muamalat memulai bisnisnya pada 1 November 1991 atau 24 Rabi'us Tsani 1412 Hijriah. Pendirian digagas oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan pengusaha muslim yang kemudian mendapat dukungan pemerintah.
Muamalat resmi beroperasi pada 1 Mei 1992 atau 27 Syawal 1412 Hijriah. Dalam perjalanannya, Bank Muamalat berinovasi mengeluarkan produk-produk seperti asuransi syariah, dana pensiun lembaga keuangan Muamalat dan lembaga pembiayaan syariah yakni Al-Ijarah Indonesia Finance.
Pada 27 Oktober 1994, Bank Muamalat mengantongi izin sebagai bank devisa dan terdaftar sebagai perusahaan publik yang tidak melantai di bursa efek Indonesia (BEI). Pada 2003, Bank Muamalat melakukan aksi korporasi penawaran umum terbatas (PUT) dengan Hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) sebanyak 5 kali dan lembaga perbankan pertama yang mengeluarkan Sukuk Subordinasi Mudharabah.
Memasuki 2009, Bank Muamalat mendapatkan izin untuk membuka kantor cabang di Kuala Lumpur, malaysia. Saat ini Bank Muamalat memiliki 363 kantor layanan termasuk 1 kantor cabang di Malaysia. Untuk menjunjang jaringan layanan, Bank Muamalat memiliki 1.337 unit ATM Muamalat, 120.000 jaringan ATM Bersama dan ATM Prima, 103 mobil kas keliling, serta lebih dari 11.000 jaringan ATM di Malaysia melalui Malaysia Electronic Payment (MEPS).
Sejumlah penghargaan pernah didapatkan Muamalat pada 2016 lalu, pertama Silver Champion of Jabodetabek WOW Service Excellence award 2016 categori Sharia Bank, Markplus.
Kemudian ditingkat Asia, Bank Muamalat menggondol penghargaan Best Islamic Finance Bank in Indonesia (2007-2016), Best Financial Institution Awards in Southeast Asia oleh Alpha Southeast Asia.
Pada 2015 Bank Muamalat pernah mendapatkan penghargaan dari Asian Development Bank untuk kategori Leading Partner Bank in indonesia dalam Trade Finance Program Award 2015. Selain itu, Bank Muamalat juga mendapatkan penghargaan 2nd Best Overall Performance Infobank Banking Service Excellence 2015.
Halaman Selanjutnya
Halaman