Mampukah Pertamina Jaga Produksi Blok Migas yang Habis Kontrak?

Mampukah Pertamina Jaga Produksi Blok Migas yang Habis Kontrak?

Fadhly F Rachman - detikFinance
Senin, 26 Feb 2018 11:51 WIB
Foto: Dok. Pertamina
Jakarta - Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM menugaskan PT Pertamina (Persero) untuk mengelola delapan blok migas yang akan habis kontrak tahun ini. Dalam waktu dekat, dua blok yang akan habis masa kontraknya ialah Blok Tuban dan Ogan Komering.

Lantas, mampukah Pertamina mengelola blok-blok migas yang habis akan masa kontraknya itu? Sementara di satu sisi Pertamina juga harus mengelola Blok Mahakam.

Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher menilai Pertamina mampu dalam mengelola sejumlah blok yang akan habis masa kontraknya. Namun di satu sisi, harus dilihat juga saat ini Pertamina juga sedang mengelola satu blok besar, yakni Mahakam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya percaya Pertamina mampu, hanya sekarang bicara pembagian resource-nya saja," kata Wisnu dalam diskusi di Jakarta, Senin (26/2/2018).


Wisnu memaparkan sejak tahun 2013 memang tingkat produksi migas dari blok eksisting yang dikelola Pertamina mengalami penurunan. Namun demikian, kata Wisnu, SKK Migas terus mendukung dan mendorong agar Pertamina bisa meningkatkan nilai produksinya.

"Dari catatan kami sejak 2013, laju penurunannya cukup berat untuk dinaikkan, namun kami SKK selalu beri perhatian khusus bagi Pertamina agar bisa lebih cepat dalam pengembangannya. Jadi memang dari SKK Migas kami dukung Pertamina untuk bisa naikkan produksi dari blok yang dikelola," kata dia.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR Herman Khaeron juga menilai Pertamina mampu dalam mengelola blok-blok migas yang ditugaskan tersebut. Bahkan menurutnya, tidak hanya Pertamina yang mampu mengelola blok tersebut, namun juga badan usaha milik daerah (BUMD).

"Kalau menjadi milik negara dan negara mampu kelolanya lewat BUMN, saya ingin tambahkan catatan penting, bukan hanya Pertamina yg mampu, tapi BUMD juga mampu mengelola blok Migas yang sudah habis ini," kata diam


Menurutnya, terkait dengan menurunnya lifting migas di Indonesia bukan karena masalah kemampuan eksploitasi yang dilakukan. Melainkan dipengaruhi oleh turunnya harga global sejak 2013 lalu.

"Dengan harga minyak yang US$ 30-40 itu tidak ekonomis. Dengan harga yang rendah, penurunan rata-rata ini sampai 760 ribu barel. Padahal kita tetapkan di makroekonomi negara untuk lifting 2018 ini yaitu sekitar 800ribu barel/per hari. Kalau harganya US$ 70/barel saya yakin naik lifting-nya nanti," kata dia.

Oleh sebab itu Herman menegaskan pemerintah harus tegas bahwa Indonesia mampu untuk mengelola blok migas yang akan berakhir. Dia pun ingin agar wilayah kerja itu diserahkan sepenuhnya kepada anak bangsa.

"Jadi turunannya Pertamina tawarkan dulu, lalu yang kedua jangan dilupakan Perusda, perusahaan milik daerah. Karena daerah saja sudah mampu apalagi Pertamina. Kenapa ini harus tegas, karena dalam rangka kedaulatan energi nasional," kata dia. (ara/ara)

Hide Ads