Hal itu terutama disebabkan karena sektor tambang minyak dan gas membutuhkan banyak baja terutama untuk proses pengeboran dan produksi lewat pipa dan kilang.
"Ini (kenaikan bea masuk baja AS) akan membuat daya saing kami menurun dibanding negara-negara anggota OPEC," kata CEO of oilfield services company Canary LLC, Dan Eberhart dikutip dari CNNMoney, Rabu (7/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun demikian, petinggi sektor migas itu mulai khawatir dengan rencana Trump menghidupkan kembali industri baja dalam negeri AS lewat rencana kenaikan tarif bea masuk sebear 25%.
"Pemerintah meminta kami bertarung dengan satu tangan di belakang (berkompetisi tapi dengan segala keterbatasan). Ini (kenaikan tarif bea masuk) bertentangan dengan upaya meningkatkan dominasi sektor energi," kata Eberhart.
Eberhart memperingatkan pemerintah bahwa kenaikan tarif bea masuk baja bisa mendorong kenaikan biaya produksi pertambangan dan berpotensi mengakibatkan adanya pemecatan sebesar 17% dari total karyawannya yang ada di AS sebagai upaya efisiensi akibat dampak kenaikan ongkos produksi tadi.
Sebelumnya, Trump berjanji untuk membuat AS tak lagi bergantung pada impor minyak dari negara lain. Bahkan, Trump sangat percaya diri bisa membuat AS menjadi negara produsen minyak terbesar di dunia.
Namun, Eberhart percaya kebijakan baru Trump soal tarif bea masuk baja justru bakal menciptakan blunder besar yang melukai sektor migas dan membuat biaya energi menjadi jauh lebih mahal.
"Ini (kenaikan tarif bea masuk baja) adalah sebuah ide buruk. Saya tidak suka," tegas Eberhart. (dna/ang)