Pengamat Infrastruktur dari Universitas Indonesia (UI) Wicaksono Adi menyampaikan salah satu penyebab kecelakaan proyek infrastruktur tidak bisa dilepaskan dari adanya keinginan proyek cepat selesai, alias kejar tayang proyek infrastruktur.
"Sudah ada penjelasan dari General Manager Adhi Karya bahwa secara internal terjadi miss komunikasi, antara pengawas lapangan atau supervisor dengan operator dalam hal ini operator alat berat. Berawal dari situ. Setelah digali lagi ternyata si operator ini mengejar progres dari proyek tersebut, sehingga dia bekerja malam hari," katanya kepada detikFinance, Jakarta, Jumat (16/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proyek infrastruktur yang ingin dikebut pun berdampak secara psikologis terhadap pelaksana proyek, khususnya pekerja proyek di lapangan. Hal itu memberi tekanan bagi mereka yang dibebankan tanggung jawab percepatan proyek.
Pekerjaan proyek infrastruktur yang kejar tayang ini membuat pekerjanya bekerja over time atau melebihi batas ambang waktu.
"Jadi kan untuk membahas proyek konstruksi tidak sebatas materi dan peralatan saja, tapi juga SDM ya. SDM proyek artinya kan kalau misalkan ada pekerjaan lembur maka itu ada kok di dalam undang-undang batas-batas lembur seperti apa dan itu baku," terangnya.
"Artinya misalkan SDM yang ada tidak memenuhi syarat untuk melakukan lembur ya harus ditambah. Harus ada penambahan SDM atau bahkan kalau ekstrimnya teknologi untuk kerjakan proyek tersebut harus diubah," sambungnya.
Sementara pekerjaan proyek infrastruktur dikebut namun tak diimbangi oleh SDM memadai maka rentan kecelakaan konstruksi.
"Jika memang di proyek tersebut pekerjanya di push, terlalu ditekan, dikebut segala macam potensi kecelakaan tetap tinggi. Ini berhubungan mereka jadi kurang waspada dan jadi tidak fokus tiba-tiba ya sudah kecelakaan timbul," tandasnya. (dna/dna)