Jangan Menikah Sebelum Bicarakan Dulu Soal Keuangan dengan Pasangan

Jangan Menikah Sebelum Bicarakan Dulu Soal Keuangan dengan Pasangan

Annissa Sagita - Aidil Akbar Madjid & Partners - detikFinance
Senin, 19 Mar 2018 06:56 WIB
Ilustrasi Foto: Dok. Instagram Rio Motret dan Lemotionphoto
Jakarta - Tanggal pernikahan sudah di depan mata. Anda sudah melamar si dia (atau sebaliknya) dan jawabannya adalah: ya! Gedung sudah dipesan, katering sudah dibayar, kedua keluarga besar sudah bertemu, tapi sebelum tanggal akad/pemberkatan terjadi, sudahkah diskusi tentang uang, atau justru Anda berdua tutup mata dan menganut paham: biarkan mengalir seperti air?

Pernikahan adalah ikatan seumur hidup yang tidak main-main. Kehidupan berdua sangat berbeda dengan kehidupan sendiri, di mana semua aspek yang tadinya bergantung sepenuhnya pada keputusan sendiri, setelah menikah hampir semua hal perlu didiskusikan berdua.

Salah satunya, soal keuangan. Mengapa penting berdiskusi soal uang? Data dari Litbang 2016 menyebutkan bahwa persoalan ekonomi adalah satu dari empat alasan teratas perceraian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak ada seorangpun yang menikah untuk bercerai, betul kan? Maka dari itu sebaiknya persiapkan semua hal dan berpikiran terbukalah terhadap semua kemungkinan yang akan terjadi.

Apa saja yang perlu didiskusikan soal uang dengan pasangan?

1. Berapa gaji/penghasilan masing-masing
Bicara uang terkadang tabu. Namun jika ikatan pernikahan sudah di depan mata, bicara uang mau tidak mau harus dilakukan. Waktu yang tepat untuk bicara uang adalah saat ketika akan merencanakan pesta pernikahan.

Saat merencanakan pesta pernikahan, tentu kedua belah pihak harus menyepakati bersama total anggaran biaya pernikahan termasuk sumber dana. Sekalian dengan anggaran resepsi, bawa pembicaraan ke rencana kehidupan berdua setelah menikah, dimulai dari berapa kira-kira yang bisa digunakan berdua untuk hidup bulanan.

Namun tidak perlu menunggu saat merencanakan resepsi, jika pasangan Anda adalah orang yang berpikiran terbuka dan tidak keberatan diskusi soal uang maka diskusi ini bisa dilakukan terutama saat mengatur kesepakatan siapa yang membayar kencan saat pacaran.

Keterbukaan untuk berdiskusi, tidak hanya soal uang, juga bisa menjadi tolok ukur Anda apakah nanti saat menikah pasangan Anda bisa diajak bekerjasama. Jika diskusi saja sulit, Anda yakin untuk melanjutkan hubungan dengannya?

2. Perjanjian pra nikah
Perlukah perjanjian pra nikah? Perjanjian pra nikah seringkali dianggap sebelah mata bahkan dianggap miring. Padahal perjanjian pra nikah bisa melindungi hak kedua belah pihak apabila ada hal-hal tidak diinginkan yang terjadi sepanjang masa pernikahan.

Perjanjian pra nikah juga sering disebut perjanjian pisah harta karena dengan adanya perjanjian ini maka harta dan utang yang didapat selama masa pernikahan adalah milik masing-masing. Jika tidak ada perjanjian pra nikah, maka harta dan utang yang didapat selama masa pernikahan adalah milik bersama.

Bagaimana jika salah satu pihak ternyata berpotensi menimbun utang lalu kabur meninggalkan pasangannya (dengan utangnya)? Misalnya jika salah satu pihak adalah pengusaha yang berutang banyak ke investor, maka sebaiknya dibuat perjanjian pra nikah.

Kabar gembiranya, saat ini perjanjian pra nikah sudah bisa dibuat setelah janji pernikahan terucap, meskipun demikian tidak ada salahnya diskusikan dan cari informasi tentang perjanjian ini sebanyak-banyaknya.

3. Bagaimana pembagian tugas keuangan: siapa membayar apa, siapa yang bertugas menabung, apakah akan pakai rekening bersama dst
Anda perlu menyamakan pandangan bersama calon pasangan, apakah kesepakatan berdua menyatakan bahwa keuangan keluarga ditanggung berdua (jika sama-sama bekerja) atau hanya satu pihak saja (pihak lain tidak memiliki penghasilan).

Dengan demikian, pembagian tugas keuangan bisa dirumuskan. Jika sama-sama bekerja, pembagian tugas keuangan misalnya: gaji suami untuk membayar semua cicilan dan pengeluaran rumah tangga, gaji istri untuk menabung dan berinvestasi. Atau, suami dan istri sama-sama mentransfer ke rekening bersama, lalu tugas suami/istri untuk mendistribusikan ke pengeluaran/cicilan keluarga.

Jika pemasukan hanya dari satu pihak, pembagian tugas keuangan misalnya: gaji suami untuk membayar semua cicilan dan pengeluaran rumah tangga, istri ditransfer sebagian gaji suami untuk keperluan pribadi istri, tabungan, investasi dan perencanaan liburan.

Pembagian tugas keuangan ini juga bisa mencakup berapa jumlah yang akan diberikan ke keluarga masing-masing pihak, jika masih menanggung misalnya orangtua ataupun adik yang belum mandiri.


4. Rencana keuangan: rencana untuk punya anak, punya aset (rumah + kendaraan), investasi untuk dana pensiun
Betul, untuk memiliki anak pun perlu perencanaan, diantaranya perencanaan dana melahirkan dan perencanaan dana pendidikan. Jika dilakukan dengan baik dan benar, semua perencanaan dalam keuangan bisa berjalan secara paralel: menyiapkan tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang bisa secara bersamaan.

Pertanyaannya adalah, mana yang akan diprioritaskan? Hal ini perlu didiskusikan supaya tidak ada perbedaan untuk mencapai tujuan bersama.

5. Antisipasi risiko: dipecat, meninggal, bercerai
Tidak ada yang tahu usia seseorang, demikian juga tidak akan ada yang tahu masa depan seperti apa yang akan terjadi. Risiko yang selalu mengintai perlu diantisipasi, untuk meminimalisir efeknya terhadap keuangan.

Kedua pihak harus mengerti apa saja risiko yang mungkin terjadi dan bagaimana membentengi diri dan keluarga terhadap risiko tersebut. Misalnya, ketika ada rencana untuk mengambil cicilan rumah yang jangka waktunya panjang, untuk antisipasi kehilangan penghasilan akibat dipecat, kedua pihak harus sama-sama memiliki penghasilan.

Untuk meminimalisir kehilangan penghasilan akibat pihak yang berperan sebagai tulang punggung/pencari nafkah satu-satunya meninggal dunia, harus ada asuransi jiwa. Perlindungan aset pribadi karena perceraian bisa dicegah dengan memiliki perjanjian pra nikah. Dan sebagainya.


Menikah dan persiapannya ini jarang sekali di bahas di banyak forum apalagi ada kelas khususnya tentang keuangan pernikahan. Padahal hal tersebut dibahas dan sering didiskusikan di workshop Perencana Keuangan yang dilaksanakan oleh tim IARFC Indonesia https://ow.ly/NbPy30gC3Dy atau tim AAM & Associates http://ow.ly/pxId30gC3BB.

Di Jakarta dibuka workshop Mengelola Gaji dan Mengatur Uang bulanan sehari info http://bit.ly/PMM0318 dan Belajar Menjadi Kaya Raya dengan Reksa Dana, info http://bit.ly/WRD0318.

Sementara, di luar kota, dibuka worshop sehari Mengelola Gaji di Yogya, info http://bit.ly/PMJGS18 dan Belajar Reksa Dana di sini http://bit.ly/RDJGS18. Selain Yogya ada juga workshop sehari untuk belajar mengelola keuangan dan gaji di Surabaya info http://bit.ly/PMSUB18 dan Workshop Kaya dengan Reksa Dana info http://bit.ly/RDSUB18.

Sementara untuk ilmu yang lebih lengkap lagi, anda bisa belajar tentang perencanaan keuangan komplit, bahkan bisa jadi konsultannya dengan sertifikat Internasional bisa ikutan workshop Basic Financial Planning di sini http://bit.ly/BFP0418.

Siap-siap juga awal bulanan Ramadan ada kelas Perencanaan Keuangan Syariah juga, info http://bit.ly/IFP0518, kelasnya hanya setahun sekali lho di bulan Ramadan saja.

Anda bisa diskusi tanya jawab dengan cara bergabung di akun telegram group kami "Seputar Keuangan" atau klik t.me/seputarkeuangan.

Jika saat ini sudah menikah namun belum pernah ada diskusi soal keuangan, ini saatnya untuk menginisiasi obrolan tersebut. Anda bisa mulai dari obrolan santai di situasi yang menyenangkan. Atau Anda juga bisa mengambil kelas perencanaan keuangan bersama pasangan sebelum menikah

Semoga bermanfaat!

(ang/ang)

Hide Ads