"Satu siung bawang putih ini sebanding dengan 5 biji bawang putih impor. Jadi kenapa kita mesti impor?," ujarnya usai digelar panen perdana, Kamis (22/3/2018).
Amran mengatakan panen perdana ini suatu kebanggaan baru bagi Indonesia. Karena tidak semua lahan bisa ditanami bawang putih. Penanaman bawang putih di Banyuwangi bisa menekan impor selama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Dia menjelaskan Indonesia masih mengimpor bawang putih hingga 600 ribu ton per tahun. Namun, dari jumlah tersebut pemerintah mewajibkan importir menanam bawang putih minimal 5% dari kuota impor.
Saat ini, sudah ada 116 hektare (ha) bawang putih di Banyuwangi yang dikelola importir CV Sinar Padang Sejahtera. Tiap hektarenya, bisa mencapai produktivitas panen hingga 15 ton.
"Indonesia masih memiliki luasan tanaman bawang putih 15.000 ha, meningkat dibanding sebelumnya pada tahun 2014 masih 1.000 ha. Target bisa swasembada bawang putih, di Indonesia perlu ada luasan tanam hingga 60.000 ribu ha" terang Amran.
![]() |
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menambahkan, selama ini, Banyuwangi mengembangkan agro wisata dengan pengembangan produk lokal. Pengembangan bawang putih di Banyuwangi, selain untuk mendukung swasembada pangan, juga memperkuat agro wisata.
"Banyuwangi sedang mengembangkan pariwisata berbasis agro. Terima kasih atas kunjungan Pak Amran semoga bisa mendukung pertanian di Banyuwangi," kata Anas.
Direktur Pemasaran CV Sinar Padang Sejahtera, Fery Susanto menambahkan, dari luasan 116 hektare tanaman bawang putih di Banyuwangi, per tahunnya bisa panen hingga 4.000 ton dalam dua kali panen.
![]() |
"Kami menanam bawang putih lokal jenis lemu hijau dan kuning yang ditanam," jelasnya.
Selama ini, sebagian besar importir mengambil produksi bawang dari Cina. Ukurannya lebih besar, namun urusan rasa lebih kuat bawang putih lokal Indonesia.
"95 persen Indonesia impor dari Cina. Bawangnya lebih besar, sementara di sini lebih kecil, tapi di sini lebih pedas, lebih bagus," terang Fery. (hns/hns)