Banyak Bank Jadi Korban Skimming, Bagaimana Sikap OJK?

Banyak Bank Jadi Korban Skimming, Bagaimana Sikap OJK?

Hendra Kusuma - detikFinance
Kamis, 22 Mar 2018 19:27 WIB
Foto: Tim Infografis: Zaki Alfarabi
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut ada lebih dari dua bank yang menjadi korban pembobolan anjungan transaksi mandiri (ATM) dengan modus skimming.

Belakangan yang santer diinformasikan kepada publik baru terjadi kepada nasabah Bank BRI dan Bank Mandiri.

"Jumlah banknya banyak, kami tidak bisa menyebut bank mana saja, tunggu saja," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso di kantor OJK, Jakarta, Kamis (22/3/2018).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Agar duit nasabah tidak hilang secara misterius lagi, Wimboh bilang bakal mempercepat batas waktu pengalihan kartu ATM dari magnetic stripe ke chip.

"Pertama khusus skimming kami himbau bank-bank untuk mempercapat kartunya dengan kartu chip," jelas dia.



Dengan peralihan kepada chip, kata Wimboh maka pembobolan uang nasabah dengan cara skimming itu tidak bisa lagi dilakukan. Oleh karenanya, waktu peralihan dipercepat sebelum 2020 harus sudah selesai.

"Semua bank kami himbau untuk mempercepat itu, dan nanti secara individu sudah kita komunikasikan kepada bank-bank bahwa nanti akan ada target yang lebih cepat dari yang sebelumnya. Itu satu-satunya jalan untuk menghindari adanya risiko skimming," tutup dia.



Diketahui, Bank Indonesia (BI) telah mewajibkan seluruh perbankan dan penerbit kartu untuk mengimplementasikan standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 digit pada transaksi kartu ATM/Debit.

Penyelenggara kartu ATM/Debit wajib mengimplementasikan teknologi chip dan PIN online 6 digit pada transaksi kartu ATM/Debit paling lambat 31 Desember 2021. Sementara itu, implementasi PIN online 6 digit pada kartu ATM/Debit yang menggunakan teknologi magnetic stripe paling lambat 30 Juni 2017.

BI mengatur pada 1 Januari 2019 paling tidak sebanyak 30% dari total kartu ATM sudah harus diganti dengan teknologi chip. Sampai dengan setahun setelahnya atau 1 Januari 2020 harus meningkat menjadi 50% dan naik menjadi 80% pada 1 Januari 2021, dan selesai keseluruhan pada 1 Januari 2022 serta dimulai pemberlakukan aturan.

(eds/eds)

Hide Ads