Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan Muhri mengatakan, perang dagang itu akan membuat ekspor baja dan alumunium Indonesia ke AS terganggu.
"Ekspor baja dan alumunium Indonesia ke AS yang pada tahun 2017 sebesar masing-masing US$ 70 juta dan US$219 juta diperkirakan akan terganggu. Sementara, produk ekspor Indonesia ke RRT tidak terlalu memberikan tekanan terhadap ekspor Indonesia mengingat peningkatan tarif bea masuk ditujukan bagi produk impor utama asal AS," kata Kasan kepada detikFinance di Jakarta, Senun (26/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, Kasan mengatakan, Indonesia berisiko menjadi negara peralihan dari produk dua negara itu. Barang-barang tersebut antara lain baja dan kedelai.
"Indonesia berisiko menjadi pasar pengalihan bagi produk ekspor kedua negara tersebut, antara lain dari RRT untuk besi baja dan aluminium serta dari AS antara lain buah-buahan dan kedelai," sambungnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, perdagangan AS dan China menghasilkan defisit bagi AS sekitar US$ 395,8 miliar di tahun 2017. Ekspor China menguasai 21% pasar impor AS atau mencapai US$ 526,2 miliar. Bagi China, ekspor AS berkontribusi 18% dari total ekspor.
Baca juga: Soal Perang Dagang China-AS, Ini Kata Luhut |
AS, kata dia, telah mengumumkan pengenaan tarif bea masuk untuk impor baja 25% dan alumunium 10%. Kebijakan ini mengganggu ekspor China ke AS mengingat China pemasok utama kedua produk tersebut. Nilainya pun sampai US$ 4,2 miliar.
"RRT menyiapkan serangan balik untuk merespon kebijakan AS tersebut. RRT akan melakukan tindakan retaliasi terhadap 128 komoditi impor dari AS," jelasnya. (zul/zul)