Dirjen Penataan Agraria Kementerian ATR/BPN, Muhammad Ikhsan menjelaskan, justru di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), pemerintah penataan pemanfaatan lahan.
"Ada tanah-tanah terlantar dalam bentuk HGU (Hak Guna Usaha), HGB (Hak Guna Bangunan), maka kita lakukan penertiban," kata dia dalam paparan di Kantor kementerian ATR/BPN, Jakarta, Kamis (29/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tanah-tanah terlantar yang dimaksud adalah tanah-tanah yang izin pengelolaannya sudah diberikan kepada badan usaha atau perusahaan, namun tidak dimanfaatkan dengan baik.
Sebagai contoh, ada perusahaan kelapa sawit yang memperoleh izin dalam bentuk HGU seluar 100 ha, namun yang dimanfaatkan seluas 60 ha. Maka ada 40 ha lahan yang menganggur.
Lahan tersebut akhirnya nganggur dan tidak produktif. Tanah inilah yang kemudian ditata oleh pemerintah dengan cara dicabut HGU-nya dan diambil alih untuk kemudian dibagikan kepada masyarakat. Program ini disebut dengan istilah redistribusi lahan.
"Redistribusi, kita berikan ke petani, dan/atau kelompok tani, badan hukum yang didirikan kelompok tani," beber dia.
Dengan demikian, lahan yang selama ini dikuasai segelintir orang namun tak maksimal pengelolaannya, bisa dialihkan ke masyarakat yang lebih membutuhkan dan bisa menggarapnya dengan lebih produktif.
Dia menambahkan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Sofyan Djalil, sudah mengatakan tak ada data yang mendukung soal 74% lahan dikuasai asing maupun kelompok tertentu.
"Ya secara kelembagaan itu nggak, pak menteri juga udah bilang kalau 74% itu dikuasai asing itu gimana datangnya. Nggak, nggak mungkin 74%," tutur Ikhsan (dna/dna)