Ini Antisipasi Pemerintah Hadapi Revolusi Industri 4.0

Ini Antisipasi Pemerintah Hadapi Revolusi Industri 4.0

Muhammad Idris - detikFinance
Kamis, 29 Mar 2018 21:03 WIB
Foto: Dok. Kemenaker
Karawang - Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, mengungkapkan pemerintah mengambil langkah-langkah strategis untuk menghadapi tantangan perubahan era revolusi industri jilid empat atau 4.0. Ancang-ancang yang perlu dilakukan yakni di bidang pendidikan dan pelatihan vokasi.

Menurut dia, langkah pertama kebijakan yakni memastikan adanya link and match antara kompetensi tenaga kerja, kebutuhan pasar kerja dengan industri berbasis teknologi digital.

"Melalui komite vokasi yang merupakan wadah kolaborasi antara pemerintah dan industri telah dilakukan sinergi. Mulai dari perancangan program dan disain kurikulum, standar pelatihan hingga penyelenggaran pelatihan kerja," kata Hanif saat membuka Company Gathering Undip Career Center (UCC) di Karawang, Kamis (29/3/2018).

Lanjut dia, langkah kedua adalah memfasilitasi pelatihan kerja dan sertifikasi profesi. Transformasi program dan desain pelatihan dan pendidikan secara simultan, juga harus beriringan dengan upaya memfasilitasi pelatihan kerja dan sertifikasi profesi.

"Strategi ini menjadi penting untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan tenaga kerja terampil (skilled workers) sekarang, dan di masa yang akan datang," ungkap Hanif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Dia menyatakan, target pemerintah menaikkan jumlah peserta pelatihan kerja menjadi 1,4 juta pada 2019 atau 5 kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya, merupakan langkah taktis dalam upaya pemenuhan tenaga kerja kompeten pada tahun 2030.

"Karena itu, kolaborasi yang telah terbangun antara pemerintah dan dunia industri dalam penciptaan tenaga kerja kompeten, melalui pelatihan kerja dan pemagangan perlu terus ditingkatkan," katanya.

Hanif menambahkan, dalam dunia persaingan, bukan orang paling pintar, bukan pula orang paling kuat, tapi yang dibutuhkan adalah orang-orang yang paling responsif menghadapi perubahan.

"Itu tantangan perguruan tinggi secara umum bagaimana tingkat responsifitas, sebagai penyedia input SDM menghdapi dunia yang sedang berubah dan akan terus berubah secara cepat," ujarnya.

Hanif menambahkan, dalam menghadapi tantangan era revolusi industri 4.0 yang terjadi saat ini, penguasaan soft skill memiliki peran sangat penting dalam upaya memenangkan persaingan global.

Pasalnya hasil laporan World Economic Forum mengungkapkan, sebanyak 80% skill yang dibutuhkan untuk mampu bersaing dalam era industri 4.0 adalah penguasaan soft skill.

"Kita tidak bisa hanya mengandalkan technical skill. Penguasaan soft skill juga harus mulai dipersiapkan sejak di jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi," jelasnya.



Diungkapkannya, tantangan perguruan tinggi ke depan, yakni merumuskan skema tertentu agar mahasiswa menguasai skill yang fleksibel yang sesuai kebutuhan pasar kerja dan mengikuti perkembangan zaman.

"Ketika tren berubah, mahasiswa juga bisa menyiapkan diri, oh teryata apa yang dipelajari ada yang berkurang sedikit. Selanjutnya mahasiswa bisa mengembangkan diri untuk mengambil kursus atau melanjutkan pendidikan. Pada intinya mereka bisa disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja," tutur Hanif.

Dia juga meminta mahasiswa untuk terus meningkatkan kemampuan dan keterampilan agar siap bersaing di dunia kerja. Mahasiswa juga dituntut memiliki kompetensi yang berada di atas standar karena kalau berada di atas standar pasti dapat memenangkan persaingan global.



Selain itu, dia juga kembali menyinggung persoalan miss match yang masih tinggi antara lulusan perguruan tinggi dan kebutuhan dunia kerja. Terkait hal ini, Hanif meminta perguruan tinggi menyesuaikan kurikulum pendidikan dengan kebutuhan dunia kerja.

"Sebanyak 63% lulusan perguruan tinggi tidak match dengan kebutuhan dunia kerja. Sistem pendidikan di perguruan tinggi harus berorientasi dengan kebutuhan dunia kerja. Perguruan tinggi harus bisa menjawab tantangan ini," tutup Hanif. (nwy/hns)

Hide Ads