Direktur Kaltim Prima Coal Eddie Soebari mengungkapkan bahwa dengan diaturnya harga batu bara untuk dalam negeri perusahaan bisa kehilangan potensi pendapatan sebesar Rp 2,5 triliun. Angka tersebut dihitung dari kewajiban DMO 25% atau sekitar 12,7 juta ton.
Akan tetapi, ia akan tetap mengikuti aturan pemerintah tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur SDM dan Umum Bukit Asam Joko Pramono mengungkapkan bahwa pihaknya mengikuti ketentuan pemerintah. Pihaknya pun melakukan efisiensi agar potensi kehilangan pendapatan perusahaan tidak terlalu signifikan.
"Untuk 2018, kita lakukan upaya-upaya efisiensi, sehingga untuk 25% paling tidak kita bisa penuhi apa yang ditetapkan pemerintah untuk DMO 25%," ujar Joko.
CEO Arutmin Indonesia Ido Hutabarat mengungkapkan perusahaan berpotensi kehilangan pendapatan Rp 920 miliar dengan diaturnya harga batu bara DMO.
"Ini berlaku sejak 12 maret 2018. 2018 penurunan pendapatan kami US$ 67,8 juta atau kira-kira Rp 920 miliar rupiah," kata Ido.
Direktur Mahakam Sumber Jaya Eddy Sumarsono mengatakan bahwa perusahaan bisa kehilangan potensi pendapatan karena diaturnya harga batu bara tersebut.
"Kami bukan alami kerugian ada selisih US$ 18 dolar per ton utk 25%. Mengurangi keuntungan saja," ujar Eddy.
Selain itu, perusahaan lainnya tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai potensi kekurangan pendapatan pasca diaturnya harga batu bara DMO. Mereka menyebut mendukung aturan tersebut. (ara/zlf)