BI Izinkan Bank Beli Surat Utang Korporasi Lebih Banyak

BI Izinkan Bank Beli Surat Utang Korporasi Lebih Banyak

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 05 Apr 2018 18:09 WIB
Ilustrasi Foto: Rachman Haryanto
Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyempurnakan instrumen kebijakan makroprudensial yakni Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dahulu Loan to funding ratio (LFR).

Instrumen ini merupakan bagian dari kebijakan makroprudensial untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik dan gangguan terhadap fungsi intermediasi perbankan.

Kebijakan RIM ini diharapkan bisa mendorong fungsi intermediasi perbankan kepada sektor riil sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain untuk bank konvensional kebijakan ini juga akan diimplementasikan untuk perbankan syariah sehingga dapat memperkuat intermediasi dan meningkatkan ketahanan perbankan syariah.

"Instrumen kebijakan makroprudensial sebagaimana tersebut di atas bersifat countercyclical dan dapat disesuaikan dengan perubahan kondisi ekonomi dan keuangan," kata Asisten Gubernur BI Filianingsih Hendarta dalam diskusi di Gedung BI, Jakarta Pusat, Kamis (5/4/2018).


Kebijakan RIM ini adalah bentuk penguatan dari loan to funding ratio (LFR) di mana RIM mengakomodasi adanya keberagaman bentuk intermediasi perbankan.

Jadi dengan kebijakan ini perbankan nasional boleh membeli surat berharga lebih banyak untuk investasi yang memenuhi kriteria sebagai bentuk intermediasi kepada sektor riil.

Perhitungan RIM dengan memasukkan komponen surat berharga bank diharapkan dapat turut serta mendorong pendalaman pasar keuangan. Selain itu instrumen ini bertujuan untuk mendorong terciptanya fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas.

Dia menjelaskan, saat ini BI belum mengatur berapa batasan bank dalam membeli surat berharga korporasi tersebut. Menurut dia, bank pasti akan melihat return atau keuntungan jika dia membeli surat berharga dibanding menyalurkan kredit.

"Harus dilihat surat berharga return-nya berapa, jadi bank pasti tidak akan duduk-duduk saja dan beli surat berharga. Pasti mereka berhitung dulu," ujar dia.


Kemudian dia menjelaskan, saat ini persentase surat berharga yang dibeli oleh bank hanya sekitar 1% atau Rp 46 triliun dari total kredit perbankan sekitar Rp 4.600 triliun.

"Sekarang kredit kan Rp 4.600, 1% nya itu masih kecil sekali. Bukan ancaman untuk bank. Nanti dalam perkembangannya, jika makin banyak bank yang beli surat berharga, maka akan ditetapkan pembatasan," ujar dia.

Nantinya bank akan dikenakan disinsentif berupa setoran giro apabila bank memiliki RIM di bawah ketentuan yakni kurang dari 80%. Kemudian bank yang memiliki RIM di batas atas ketentuan dan capital adequacy ratio (CAR) yang ditentukan lebih dari 92% dan CAR > threshold. (ara/ara)

Hide Ads