Apa saja indikatornya?
Kenaikan tersebut tanpa memperhitungkan komponen tax amnesty atau pengampunan pajak yang berlaku hingga Maret tahun lalu.
"Realisasi penerimaan perpajakan Januari-Maret 2018 sebesar Rp 262,4 triliun, atau terjadi pertumbuhan 16,2%. Ini bila dibanding penerimaan tahun 2017 tanpa memperhitungkan tax amnesty," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (16/4/2018).
Komponen perpajakan tersebut yang dimaksud meliputi, PPh migas, pajak non migas, bea dan cukai. Pendapatan PPh migas di tiga bulan pertama tercatat Rp 11,4 triliun, pajak non migas Rp 233,1 triliun, serta bea dan cukai Rp 17,9 triliun.
"Pajak non migas kenaikan tanpa tax amnesty sekitar 23,1%, dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang pertumbuhannya 9,5%," ujar Sri Mulyani.
Penerimaan bea dan cukai, lanjut Sri Mulyani, juga terbilang positif dengan pertumbuhan 16,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang -7,8%.
"Untuk penerimaan bea cukai, kita melihat perkembangan yang sangat positif. Kenaikan bea cukai 16,2% dibanding tahun sebelumnya yang -7.8%," tutur Sri Mulyani.
PT Freeport Indonesia (PTFI) telah menyetor ke kas negara sebesar Rp 308 miliar hingga Maret 2018. Setoran tersebut masuk dalam pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Untuk ekspor minerba tumbuh 261%, untuk Freeport sendiri pada kuartal I setorannya Rp 308 miliar," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sri Mulyani menambahkan, total PNBP yang masuk ke kas negara hingga Maret 2018 mencapai Rp 71,1 triliun. Angka ini naik 2,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 58,2 triliun.
"Total PNBP mencapai Rp 71,1 triliun. Tahun lalu Rp 58,2 triliun atau naik 22,1%," ujar Sri Mulyani.
Sementara Penerimaan perpajakan secara keseluruhan pada triwulan I-2018 sebesar Rp 262,4 triliun atau naik 16,2% dibandingkan penerimaan tahun 2017 periode yang sama tanpa tax amnesty.
Selain penerimaan, pemerintah juga telah melakukan belanja antara lain subsidi untuk rakyat. Kuartal I tahun ini belanja subsidi yang dikeluarkan mencapai Rp 25,3 triliun. Angka tersebut sebesar 16,2% dari alokasi subsidi APBN 2018 sebesar Rp 156,2 triliun.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, belanja subsidi tersebut juga sudah memasukkan komponen utang subsidi energi di tahun sebelumnya.
"Dalam subsidi energi 2018 ini triwulan I Menteri Keuangan sudah membayar tunggakan subsidi tahun sebelumnya Rp 9,3 triliun, ke PLN Rp 3 triliun, BBM dan Elpiji Rp 6,3 triliun, kewajiban bulanan, bulan 2, dan 3," kata Askolani.
Utang subsidi pemerintah tercatat Rp 18,5 triliun. Utang tersebut ditargetkan selesai pada paruh pertama 2018 kepada PT Pertamina (Persero), PT PLN (Persero), dan PT Pupuk Indonesia Holding Company.
Belanja subsidi di APBN 2018 masuk ke komponen belanja non kementerian dan lembaga (K/L) dengan total Rp 130,8 triliun hingga Maret 2018, dengan rincian pembayaran bunga utang Rp 68,5 triliun, subsidi Rp 25,3 triliun, dan belanja lain-lain Rp 400 miliar.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sejak awal tahun mengalami pergerakan yang signifikan. Angka ini di atas asumsi atau perkiraan pemerintah di APBN. Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pemerintah juga terus waspada karena adanya beberapa perubahan, di antaranya peningkatan harga komoditas dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS realisasinya Rp 13.573 dengan asumsi Rp 13.400, kita harus waspada," ujar dia.
Kemarin, dolar AS masih bercokol di posisi Rp 13.700. Posisi ini jauh lebih tinggi dari asumsi di APBN.
Dia menjelaskan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap sesuai dengan asumsi yakni 5,4%.
"Kami melihat kondisi ekonomi nasional dan dikaitkan dengan pelaksanaan APBN 2018, terutama dinamika yang meningkatkan kewaspadaan karena ada beberapa indikator yang mengalami perubahan," ujar Sri Mulyani.
Dia menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sesuai dengan proyeksi yakni 5,4%. Pemerintah akan melihat pendorong dari sisi agregat permintaan dan ketersediaan.
Dia menjelaskan kedua indikator itu akan dilihat secara detail, asumsi inflasi sebesar 3,5%, realisasi sampai 31 Maret 3,45%.
Tingkat bunga SPN realisasinya 4,1% dengan asumsi 5,2%. Kemudian harga minyak mentah rata-rata 31 Maret 2018 selama tiga bulan US$ 63 per barel, harga ini di atas harga asumsi sebesar US$ 48 per barel. Sedangkan untuk lifting minyak realisasinya 715 ribu barel per hari dengan asumsi 800 ribu barel per hari.
Untuk lifting gas realisasi mencapai 1.136 ribu barel setara minyak per hari masih di bawah asumsi sebesar 1.200 barel per hari.
Pembayaran Bunga Utang periode Januari-Maret 2018 sebesar Rp 68,5 triliun. Pembayaran tersebut tumbuh 5,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Pembayaran bunga utang Rp 68,5 triliun tumbuh 5,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp 65,1 triliun," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Pembayaran bunga utang tersebut 28,7% dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.
Kemenkeu juga mencatat realisasi belanja pemerintah pusat pada kuartal I-2018 mencapai Rp 234 triliun. Angka tersebut 16,1% dari pagu yang ada di APBN 2018 yang mencapai Rp 1.454,5 triliun dan tumbuh 14,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Berikut daftar realisasi APBN 2018 per akhir Maret 2018:
Belanja Kementerian/Lembaga (K/L)
a. Belanja Pegawai: Realisasi Rp 40,4 triliun atau 17,8% dari pagu APBN 2018 Rp 227,5 triliun
b. Belanja Barang: Realisasi Rp 35,2 triliun atau 10,4% dari pagu APBN 2018 Rp 338,8 triliun
c. Belanja Modal: Realisasi Rp 9,7 triliun atau 4,8% dari pagu APBN 2018 Rp 203,9 triliun
d. Belanja Sosial: Realisasi Rp 17,9 triliun atau 23,2% dari pagu APBN 2018 Rp 77,3 triliun
Belanja Non K/L
a. Pembayaran Bunga Utang: Realisasi Rp 68,5 triliun atau Rp 28,7% dari pagu APBN 2018 Rp 238,6 triliun
b. Subsidi: Realisasi Rp 25,3 triliun atau 16,2% dari pagu APBN 2018 Rp 156,2 triliun
c. Belanja lain-lain: Realisasi Rp 400 miliar atau 0,6% dari pagu APBN 2018 yang sebesar Rp 67,2 triliun.