Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menjelaskan tekanan terhadap rupiah terutama disebabkan oleh perbaikan indikator ekonomi AS yang diikuti ekspektasi pasar akan kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) yang lebih agresif.
"Tekanan terhadap rupiah terjadi karena risiko berlanjutnya perang dagang AS-Tiongkok," kata Dody dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Kamis (19/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: BI Tahan Lagi Bunga Acuan di 4,25% |
Dia menjelaskan, hal tersebut mendorong pembalikan modal asing dan tekanan depresiasi nilai tukar pada berbagai mata uang dunia, termasuk Indonesia.
Namun, dengan didukung langkah stabilisasi yang ditempuh Bank Indonesia serta sejalan dengan tetap terkendalinya inflasi, kenaikan rating Indonesia, dan surplus neraca perdagangan yang mendorong aliran masuk investasi portofolio asing, rupiah kembali stabil pada paruh pertama April 2018.
Bank Indonesia akan terus mewaspadai meningkatnya risiko ketidakpastian pasar keuangan global dan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar.
Pada April aliran modal asing telah kembali masuk. Dengan perkembangan itu, posisi cadangan devisa Indonesia akhir Maret 2018 tercatat sebesar US$ 126,00 miliar, setara dengan pembiayaan 7,9 bulan impor atau 7,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
"Angka tersebut berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, sejalan dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi domestik, defisit transaksi berjalan pada 2018 diperkirakan dalam kisaran 2,0-2,5% dari PDB, atau masih tetap terkendali dalam batas yang aman yaitu tidak lebih dari 3,0% dari PDB," ujar dia. (hns/hns)