"Saya tahu betul bahwa itu bukan soal fee. Itu hanya soal bagaimana private public partnership itu dikelola dengan baik," kata JK di kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (30/4/2018).
JK menegaskan, rekaman tersebut tidak ada urusannya dengan pemberian fee. Dia pun memastikan bahwa mengetahui dengan pasti isi percakapan dalam rekaman tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
JK menjelaskan proyek perusahaan pemasok gas ke Pertamina dimulai pada tahun 2013 sebelum dirinya menjadi Wapres. Proyek tersebut murni dikerjakan swasta.
"Iya, itu proyek dimulai tahun 2013, sebelum saya jadi Wapres. Jadi itu proyek murni swasta," ungkapnya.
"Ini untuk menjelaskan juga kenapa ada Pak Ari di situ? Karena ada begini, pada tahun 2013 itu kita diskusi, ada masalah yang akan terjadi tahun 2020/2021, yaitu gas di sekitar Jawa Barat ini habis," imbuhnya.
Karena habisnya ketersediaan pasokan gas di Jawa Barat, maka gas tersebut didatangkan dari daerah lain. Untuk itu diperlukan fasilitas regasifikasi.
"Regasifikasi namanya, dan itu akan terjadi nanti 2020/2021 kekurangan itu. Kalau tidak ada fasilitas ini, akan masalah. Kedua memang ada sebelumnya, floating terminal, tapi floating terminal itu ongkosnya mahal. Coba cek sama mereka, US$ 3 per mmbtu, ini setengahnya dan lebih terjamin. Jadi pembicaraan itu, saya tau betul itu tidak ada membicarakan fee, unsur ngatur pp nya tadi itu," jelasnya.
Pembicaraan fee yang dimaksud adalah berapa saham yang dimiliki pemerintah dalam hal ini BUMN.
"Bukan berapa yang didapatnya Bu Rini. Ada Pak Ari, karena Pak Ari yang ahli soal gas. Sehingga diajak untuk menjadi tim ahli. Jadi tidak ada hubungannya dan waktu itu Rini belum jadi Menteri (BUMN), jadi tidak ada hubungannya," tuturnya.
(nvl/ara)