Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekaligus mantan Sekretaris BUMN Said Didu mengatakan pembicaraan antara Menteri BUMN dan direksi BUMN sebenarnya merupakan hal yang biasa saja. Namun yang menjadi permasalahan jika pembicaraan tersebut bocor dari rekaman.
"Itu sering terjadi hampir setiap saat, malah dulu saat saya baca surat dan tidak jelas saya telepon untuk menjelaskan apa ini. Itu biasa dalam proses mengambil keputusan, bahkan untuk sekelas menteri," tuturnya saat dihubungi detikFinance, Senin (31/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua ada pihak lain yang menyadap dan kemudian merekamnya. Menurutnya kemungkinan ini yang sangat bahaya, sebab itu artinya perbincangan mereka sangat rentan untuk disusupi.
Permasalahan lainnya, dari rekaman tersebut kemudian ada pihak yang melakukan editing dan disebarkan ke publik. Masyarakat tentu akan multi tafsir mendengar rekaman yang sudah diedit tersebut.
Oleh karena itu, Said menyarankan agar pembicaraan tersebut benar-benar dibuka ke publik secara penuh. Hal itu agar masyarakat benar tahu bahwa tidak ada percakapan bagi-bagi fee seperti isu yang arah sebelumnya.
"Ini harus dibuka betul karena sangat rawan. Ini siapa yang bocorkan," tuturnya.
Sebelumnya baik Rini maupun Sofyan sudah menerangkan , bahwa percakapan tersebut merupakan sudah diedit sedemikian rupa.
Menurut Sofyan, pembicaraan itu dilakukan pada akhir 2016. Sofyan mengaku saat itu tengah berkonsultasi dengan Rini terkait investasi PLN dan Pertamina dengan perusahaan swasta di bidang penyediaan energi.
"Pertama kali komunikasi kalau tidak salah akhir 2016. Saya tahu itu direkam, tapi enggak tahu kok dipotong-potong gitu lho," kata Sofyan saat ditemui di de Tjolomadoe, Karanganyar, Sabtu (28/4).
Sofyan tidak tahu saat disinggung siapa perekam percakapannya dengan Rini. Ia menambahkan, akan membawa kasus ini ke ranah hukum.
"Kayaknya gitu, kami akan masuk ke ranah hukum. Kalau itu lempeng-lempeng aja (tidak dipotong) bagus," ungkap dia.
Senada dengan Sofyan, Rini menjelaskan percakapan itu sengaja dipotong sehingga seolah-olah percakapan itu terkait bagi-bagi fee. Padahal, menurut Rini, tak ada kepentingan apapun selain untuk BUMN baginya.
"Pak Sofyan (Direktur Utama PLN) sudah jelas kalau itu adalah apa namanya kapan ya saya juga udah nggak ingat kapan pembicaraan. Saya dengan Pak Sofyan membicarakan mengenai ada proposal untuk apa namanya storage gas yang kemudian minta offtake dari Pertamina tapi kemudian minta offtake juga dari PLN berartikan kita menjadi punya risiko," jelas Rini di Karanganyar, Jawa Tengah, Minggu (29/4). (ang/ang)