Asumsi nilai tukar rupiah menjadi salah satu yang paling melebar realisasinya jika melihat data teranyar saat ini. Nilai tukar diasumsikan pada APBN 2018 sebesar Rp 13.400 per USD, namun sekarang posisi dolar sudah berada di level Rp 14.000.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku tengah mengkaji ulang dampak dari nilai tukar tersebut. Sebab, menguatnya dolar memberikan hal positif dan negatif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sri Mulyani menyebut sisi positif nilai dolar tinggi terdapat pada pos penerimaan yang berasal dari kegiatan ekspor. Di mana, jumlah dolar yang didapatkan akan lebih banyak jika dikonversi ke dalam rupiah. Meski begitu, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini berjanji akan menjaga defisit anggaran tetap di level 2,91%.
Dia bilang, pemerintah bersama Bank Indonesia juga akan mengkaji pengaruh nilai tukar terhadap inflasi yang berasal dari kegiatan impor.
"Jadi inflasi yang berasal dari barang-barang impor, dan banyak sekali impor itu sudah dilakukan pada tahun lalu sampai dengan kuartal pertama ini, makanya kalau dilihat dari GDP kuartal I, impor kita tumbuh 12%, itu bagaimana pass through-nya kepada inflasi harus kita jaga bersama-sama dengan BI," jelas dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, kondisi dolar yang menguat tentu mempengaruhi anggaran subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik. Dia mengaku, saat ini sedang menghitung ulang bersama Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri BUMN Rini Soemarno.
"Kita dalam tahap membuat laporan semester pertama APBN, itu yang sedang kami fokuskan, dan itu yang akan kami laporkan baik kepada kabinet, presiden, dan kita bahas dengan dewan. Dari situ kita akan lihat pelaksanaan APBN 2018 dengan adanya perubahan-perubahan itu," jelas dia.