Dua partai populis besar muncul untuk membentuk pemerintahan. Kedua partai tersebut adalah Five Star Movement dan Far Right League.
Saham-saham Italia anjlok dan imbal hasil obligasi melonjak pekan ini ketika negara tersebut menunjukkan sinyal pemilihan umum.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa pihak telah menyatakan beberapa ikrar kampanye mereka, antara lain menyerukan referendum tentang apakah Italia harus melepas pemakaian euro dan meninggalkan Uni Eropa.
Namun, analis mengatakan rencana pemotongan pajak dan pengeluaran bisa memicu krisis Eropa baru. Italia adalah anggota pendiri Uni Eropa dan zona euro. Akan tetapi, stagnasi ekonomi dan kurang berhasilnya reformasi membuat utang pemerintah melonjak menjadi 132% dari PDB, rasio terburuk kedua di Eropa setelah Yunani.
Italia telah setuju untuk mematuhi aturan Uni Eropa yang dirancang untuk menjaga mata uang tetap stabil, tetapi kelompok populis menginginkan aturan tersebut ditinjau lagi.
Mereka yang tergabung ke dalam kelompok populis memimpikan pendapatan dasar minimum β¬ 780 (US$ 917) per bulan untuk orang-orang Italia yang paling miskin yang bersumber dari negara. The Five Star Movement mengatakan selama kampanye bahwa pendapatan dasar akan menelan biaya β¬ 15 miliar (US$ 18,5 miliar) per tahun.
Pemotongan pajak kemungkinan akan memperburuk keuangan pemerintah Italia. Kedua pihak ingin memperkenalkan tarif pajak penghasilan baru antara 15% hingga 20%.
Banyak pihak juga menyerukan usia pensiun untuk diturunkan. Jika dilakukan, keuangan pemerintah tidak terlalu tertekan dan bisa membawa Italia sesuai dengan aturan Uni Eropa.
Lembaga pemeringkat Moody's memperingatkan pekan lalu bahwa pihaknya dapat memangkas peringkat kredit Italia yang saat ini hanya dua tingkat di atas status "sampah". Pasalnya rencana populis berisiko melemahkan posisi fiskal Italia dan menghambat upaya untuk mereformasi ekonomi.
Penurunan peringkat akan membuat Italia lebih mahal untuk melunasi utangnya dan menaikkan biaya pinjaman baru.
Baca juga: Krisis di Italia Tahan Laju Penguatan Rupiah |
Mujtaba Rahman, seorang analis di Eurasia Group, mengatakan krisis bisa datang pada musim gugur ini ketika Roma mengajukan rancangan anggarannya ke Brussels. Jika aturan defisit dilanggar, Italia dapat dikenakan sanksi berupa denda hingga pemotongan anggaran.
Bahkan jika gejolak dapat dihindari akhir tahun ini, utang Italia yang mencapai lebih dari 2 triliun euro (US$ 2,3 triliun) yang berarti itu memiliki sedikit ruang untuk melakukan manuver.
"Italia yang tengah melakukan reformasi yang mengambil beberapa langkah ke arah yang salah akan rentan ketika resesi berikutnya. Krisis utang yang sebenarnya sangat mungkin terjadi pada 2022," tulis Holger Schmieding, Kepala Ekonom di Bank Berenberg.
Ekonomi Italia cukup besar untuk membuat seluruh zona euro menjadi berantakan. Ini menyumbang sekitar 15% dari PDB zona euro dan 23% dari utang pemerintah daerah. Sedangkan, Yunani memiliki lebih dari 3% utang publik zona euro. (ara/ang)