Hal itu dikemukan Gubernur BI Perry Warjiyo saat rapat kerja (raker) dengan Komisi XI DPR tentang pembicaraan pendahuluan dalam rangka penyusunan RAPBN Tahun 2019.
Perry mengatakan, sejak awal Februari 2017 menjadi awal ekonomi global mengalami perubahan yang memberikan dampak terhadap seluruh negara termasuk Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan pergantian itu, kata Perry, muncul suatu probabilitas kenaikan Fed Fund Rate (FFR) sebanyak 3 kali bahkan ada yang memperkirakan sebanyak 4 kali.
"Probabilitas FFR naik 3 kali mendekati 50%, kalau kita lihat kemungkinan 4 kali itu dari periode sebelumnya 31%, kemungkinan FFR lebih 3 kali direspon kenaikan suku bunga di pasar, kebijakan pemerintah AS yang ekspansif dari fiskalnya sehingga mendorong defisit fiskal yang lebih tinggi," tambah dia.
Faktor selanjutnya adalah kuatnya nilai tukar dolar AS terhadap mata uang dunia lainnya.
"Kelihatan indeks dolar bagaimana meningkat, ini yang menyebabkan kenapa kepada seluruh dinia. Dampak dari situ terjadi pengetatan likuiditas di global," jelas dia.
Sedangkan faktor selanjutnya adalah kombinasi kebijakan fiskal AS yang sangat ekspansif, salah satu contohnya adalah mengenai penurunan tarif pajak yang mendorong pada defisit anggaran.
"Kombinasi 3 faktor ini, kenaikan FFR lebih tinggi, defisit tinggi, itu yang mendorong suku bunga obligasi AS meningkat, 10 tahun paling hanya 2,7%, paska Februari cukup pesat mencapai 3,1%, terjadi perkiraan akhir tahun ini suku bunga treasury bisa menjadi 3,3%," tutup dia.
Baca juga: Krisis di Italia Tahan Laju Penguatan Rupiah |