Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Fajar Harry Sampurno mengatakan, harga tersebut jauh di bawah US$ 5 miliar.
"Di bawah US$ 5 miliar, jauh di bawah US$ 5 miliar. Di atas US$ 3 miliar," kata dia di sela-sela acara halalbihalal di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Kamis (21/6/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan, yang membuat penentuan harga sulit ialah menyatukan participating interest (PI) Rio Tinto dan harga akusisi PTFI. Sebab, kedua pihak itu mesti sepakat.
"Pokoknya yang bikin kita agak sulit, supaya persepsi masyarakat nggak berubah. Tadinya dua tahap, Rio Tinto kemudian PTFI sekarang dijadikan satu. Karena bisa lebih tinggi, bisa lebih rendah," ujarnya.
Namun begitu, dia menuturkan akuisisi belum bisa dieksekusi. Sebab, untuk persyaratan lain mesti terpenuhi.
"Jadi kalau valuasi cuma satu, kan ada empat masalahnya, smelter, IUPK, harga, satu lagi stabilisasi keuangan fiskal. Dari sisi harga sudah selesai, IUPK selesai, smelter yang diberesin, satu lagi stabilisasi fiskal," tutupnya. (ara/ara)