Jawaban Luhut atas Kritik Prabowo dan Fahri soal LRT

Jawaban Luhut atas Kritik Prabowo dan Fahri soal LRT

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Selasa, 26 Jun 2018 09:45 WIB
Jawaban Luhut atas Kritik Prabowo dan Fahri soal LRT
Foto: Muhammad Fida/detikcom
Jakarta - Proyek light rail transit (LRT) tengah menjadi sorotan belakangan ini. Sebab, proyek ini dituding mengalami mark up.

Tudingan itu berasal dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Menurut Prabowo, nilai proyek ini terlalu mahal karena di atas pembangunan LRT yang ada di dunia yakni US$ 8 juta/km.

Bukan hanya Prabowo, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah juga ikut curiga soal pembangunan LRT. Sebab, LRT menggunakan tiang-tiang tinggi. Fahri berpendapat, tiang yang tinggi membuat biaya menjadi lebih mahal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan pun angkat bicara soal tudingan mark up tersebut. Begini tanggapannya:
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan angkat bicara soal tudingan mark up pada proyek light rail transit (LRT) oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Menurutnya, Prabowo mendapat informasi yang kurang tepat.

"LRT itu kalau US$ 7 juta, kasihan Pak Prabowonya dapat informasi yang nggak pas, kan sudah ada datanya," kata dia di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Jakarta, Senin (25/6/2018).

Dia mengatakan, rata-rata proyek LRT per kilometer (km) Rp 400 miliar. Sementara, di negara lain mencapai Rp 600 miliar hingga Rp 1 triliun.

"Kalau kita itu rata-rata Rp 400-an miliar per km, di tempat lain ada Rp 600 miliar, ada yang sampai Rp 1 triliun tergantung kalau elevated pasti lebih mahal, tinggi elevasinya berapa, murah mahal tergantung ini (tipe konstruksi) nya," jelasnya.

Dia pun prihatin dengan informasi yang disampaikan Prabowo. Menurutnya, informasi yang diterima Prabowo keliru.

"Jadi jangan gampang membuat kesimpulannya, saya itu sangat paham sekarang, kalau ada kasih-kasih informasi keliru kasihan Pak Prabowonya, pemimpinnya kok dikasih informasi yang salah," jelasnya.

Untuk diketahui, sebelumnya Prabowo menuding biaya pembangunan LRT Palembang sudah di-mark up. Menurut data yang diperolehnya, biaya pembangunan untuk LRT di dunia hanya berkisar US$ 8 juta/km. Sedangkan di Palembang, yang memiliki panjang lintasan 24,5 km, biayanya hampir Rp 12,5 triliun atau dengan kata lain biayanya US$ 40 juta/km.

Luhut juga menjawab tudingan mark up Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Fahri curiga adanya mark up karena pemakaian tiang-tiang untuk proyek light rapid transit (LRT).

"Suruh dia hitung bawa ke sini saya cium kakinya kalau saya salah," kata Luhut di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Jakarta, Senin (25/6/2018).

Luhut mengatakan, pembangunan LRT menggunakan model standar dari Prancis. Dia bilang, pembangunan ini telah memenuhi standar internasional.

"Kami itu pakai anak-anak muda yang hitung semua dan kita pakai standar dari Prancis. Jadi modelnya ini kita beli model yang sudah Perancis, yang nanti kita bisa jual juga ke orang lain. Sudah ada studinya. Standar-standar internasional sudah kita penuhi. Sangat kita penuhi," jelas Luhut.

Luhut pun menuturkan, lebih baik tidak ikut bicara mengenai LRT jika tidak mengerti.

"Jadi nggak usahlah, kalau nggak ngerti nggak usah ngomong," kata dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengaku ikut curiga dan menduga ada mark up di proyek pembangunan light rapid transit (LRT) di Indonesia. Dia mempertanyakan kenapa tiang LRT dibangun tinggi-tinggi.

"Curiga saya itu. Orang curiga. Saya juga curiga," kata Fahri Hamzah, di DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (25/6/2018).

Menurut Fahri, pembangunan LRT di Indonesia terlihat ganjil. Keganjilan menurutnya pada pembangunan tiang pancang LRT yang disebutnya terlalu tinggi.

"Kenapa bikin LRT tiangnya tinggi-tinggi, ya kan. Bikin saja LRT di bawah tanah. Supaya nggak perlu ada biaya tiang. Tiangnya tinggi-tinggi, mahal banget itu," ujarnya.

Selain berbahaya, Fahri mengatakan, dari informasi yang didengarnya, pembangunan tiang pancang yang tinggi itu sebetulnya tidak diperlukan. Ia pun meminta dilakukannya audit terhadap anggaran pembangunan LRT.

"Ada analisis kalau itu tidak diperlukan di situlah terjadi tambahan biaya. Jadi saya dengar ini bukan cuma di Palembang. Tapi di seluruh tempat yang dibangun tiang-tiang itu di situ ada tambahan biaya yang harus diantisipasi," kata Fahri.


Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menegaskan pembangunan LRT dengan lintasan layang atau elevated, lengkap dengan tiang-tiangnya sudah diperhitungkan matang.

"Saya yakin walaupun LRT dibangun sebelum saya jadi menteri, perhitungan-perhitungan untuk menjadikan elevated sudah dipikirkan secara matang," kata Budi Karya saat ditemui usai halalbihalal di rumah dinas Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Jakarta, Senin (25/6/2018).

Budi mengatakan LRT dibangun elevated karena berorientasi jangka panjang. Dengan struktur layang, LRT lebih mudah dikembangkan ke depannya.

"Kita membangun bukan untuk satu tahun, dua tahun, tetapi bisa menjadi proyek 100 tahun kemudian, di mana LRT akan banyak cabang-cabang dan Jakarta akan dijadikan conection MRT, LRT, BRT, supaya orang berlalu lintas tidak gunakan kendaraan pribadi saja," lanjutnya.

Budi pun mengatakan pembangunan LRT yang dibangun di permukaan tanah memang lebih murah, tapi konstruksi elevated jauh lebih unggul.

"Ya kalau bukan orang teknis itu, kalau di flat, at grade (permukaan tanah), itu kan crossing (persilangan). Kalau crossing maka kereta tidak maksimal, terjadi kemacetan dan sebagainya," ujarnya.

Hide Ads