Jakarta -
Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) masih menguat terhadap rupiah. Kemarin pagi, dolar berada pada kisaran Rp 14.428. Kemudian, penguatan berlanjut sampai siang hari di mana menembus level Rp 14.450.
Mata uang Paman Sam memang masih perkasa. Sudah hampir sepekan, nilai tukar dolar tak jauh dari Rp 14.400.
Bank Indonesia (BI) menyatakan siap meredam penguatan dolar tersebut. BI akan melakukan intervensi baik di pasar valuta asing (valas) maupun SBN.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah juga akan menangkal penguatan dolar tersebut. Pemerintah menyiapkan strategi supaya dolar tak terus-menerus menguat. Berikut berita selengkapnya:
Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat terhadap rupiah. Bahkan, dolar AS menyentuh level Rp 14.450.
Menanggapi itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memastikan BI siap melakukan stabilisasi. Dia menuturkan, BI siap melakukan intervensi, baik di pasar valuta asing (valas) maupun SBN.
"Kami pastikan bahwa BI ini terus ada di pasar melakukan langkah-langkah stabilitas di pasar valas untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah baik melalui intervensi di pasar valas maupun juga pembelian SBN dari pasar sekunder," kata dia di Kementerian Keuangan Jakarta, Selasa (3/7/2018).
Perry melanjutkan, sejak hari ini pun BI sudah melakukan lelang SBN. Hal ini diharapkan dapat menambah pasokan dolar AS dan membuat rupiah stabil.
"Sejak hari ini juga ada lelang dari SBN. Kita harapkan investasi masuk juga ke SBN dan itu juga menambah suplai dari dolar AS dan menstabilkan rupiah," ungkapnya.
Bank Indonesia (BI) telah beberapa kali menaikan suku bunga acuan. Namun, rupiah tak kunjung menguat.
Lantas, apakah kenaikan suku bunga ini tak ampuh menjaga rupiah?
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menerangkan, kenaikan suku bunga acuan untuk membuat pasar keuangan Indonesia menjadi menarik. Sehingga, investor asing menempatkan dananya ke Indonesia.
"Kan respons suku bunga bagaimana untuk bisa membuat pasar keuangan Indonesia khususnya di obligasi pemerintah yield-nya itu tetap menarik bagi investor asing, kan konteksnya seperti itu," kata dia di Kementerian Keuangan Jakarta, Selasa (3/7/2018).
Selain itu, untuk memperbanyak pasokan dolar, BI melakukan lelang SBN.
"Oleh karena itu dengan adanya lelang ini kan investor asing kemudian juga mulai masuk dan itu akan mulai stabilitas dari nilai tukar," ujarnya.
Namun, dia mengatakan, investor asing belum banyak masuk ke Indonesia. Sehingga, Perry mengatakan, perlu intervensi di pasar valuta asing (valas).
"Sementara memang asing belum masuk besar kan perlu ada intervensi valas oleh Bank Indonesia," ungkapnya.
Di sisi lain, Perry menuturkan, BI akan menyerap SBN yang dilepas investor dengan harga pasar."Sementara kalau ada investor asing menjual SBN-nya, Bank Indonesia akan membeli SBN dari pasar sekunder tentu saja add market price. Koordinasi ini yang perlu dilakukan," tutupnya.
Nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bukan hanya disebabkan oleh faktor eksternal seperti isu perang dagang, hingga kenaikan suku bunga oleh The Fed. Faktor dalam negeri seperti defisit transaksi berjalan menjadi salah satu penyebab nilai rupiah terus melemah terhadap dolar AS.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dalam waktu dekat pemerintah akan menyeleksi secara ketat kebutuhan apapun yang berasal dari impor. Hal itu dilakukan untuk membenahi defisit transaksi berjalan.
"Kita akan terus bersama dengan Bank Indonesia, OJK melakukan koordinasi bagaimana meningkatkan agar defisit transaksi berjalan menjadi semakin mengecil dengan mendukung ekspor pariwisata berbagai kegiatan yang bisa menghasilkan devisa bagi negara," kata Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (3/7/2018).
Penyeleksian kebutuhan impor dilakukan dengan melihat barang-barang apa saja yang memang diperlukan oleh perekonomian Indonesia.
"Apakah itu dalam bentuk bahan baku atau barang modal dan apakah mereka betul-betul strategis untuk menunjang kegiatan perekonomian di dalam negeri," jelas dia.
Dengan seleksi impor tersebut, kata Sri Mulyani akan menentukan perbaikan defisit transaksi berjalan yang menjadi sumber sentimen negatif.
"Kita juga perlu melakukan langkah-langkah untuk koreksi jangka pendek maupun pembangunan untuk jangka panjangnya. Seperti menunjang ekspor meningkatkan investasi yang bisa meningkatkan devisa dan juga mengurangi ketergantungan impor," tutup dia.
Halaman Selanjutnya
Halaman