NJOP DKI Naik, Anies-Sandi Genjot Pajak untuk Apa?

NJOP DKI Naik, Anies-Sandi Genjot Pajak untuk Apa?

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Selasa, 10 Jul 2018 07:57 WIB
Foto: Ari Saputra
Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menaikkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi dan Bangunan 2018. Kenaikan ini tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi DKI Jakarta Nomor 24 Tahun 2018 di mana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyebut rata-rata kenaikan mencapai 19,54%.

Executive Director Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda mengatakan kenaikan NJOP ini akan membebani pemilik properti atau konsumen. Sebab, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dibayarkan akan semakin tinggi.

Oleh karena itu, Ali menilai pemerintah mesti transparan menjelaskan urgensi dari kenaikan NJOP ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita kan mempertanyakan kenapa NJOP tahun ini, kan bisa tahun depan, ada urgent apa, jangan sampai pajak-pajak ini digunakan untuk hal-hal nggak jelas, kita khawatirnya itu," kata dia saat dihubungi detikFinance di Jakarta, Senin (9/7/2018).

Dia menerangkan, kenaikan NJOP memang sesuatu yang tak bisa dihindari. Dia menilai harga pasar properti di Jakarta dan NJOP-terlampau jauh. NJOP sendiri menjadi dasar dalam pengenaan pajak.

"NJOP Rp 1 miliar harga jual bisa Rp 2 miliar, semestinya NJOP dengan harga pasar hampir sama," ungkapnya.


Tapi, Ali menuturkan, untuk menaikkan NJOP tahun ini merupakan momen yang tidak tepat. Masalahnya, kata dia, industri properti sedang lesu sehingga menaikan NJOP akan menjadi beban konsumen karena pajak turut naik.

Kemudian, untuk menaikkan harga properti pun juga sulit karena lagi-lagi pasar masih lesu.

"Kenaikan itu tidak bisa dihindari tapi momennya tidak tepat. Kenapa nggak tepat karena pasar properti masih lesu, gimana mau naikin beban pajak lebih, tapi di satu sisi naikin harga nggak bisa karena pasar lagi lesu," jelasnya.


Dia juga menambahkan, industri properti juga kurang bergairah karena Bank Indonesia (BI) beberapa kali menaikkan suku bunga acuan.

"Dengan kenaikan suku bunga di BI 5,25% suku bunga akan naik, suku bunga KPR pun naik, daya beli propertinya akan menurun juga," tutupnya. (ang/ang)

Hide Ads