Kenapa Akuisisi Freeport Tak Tunggu Kontrak Karya Habis?

Kenapa Akuisisi Freeport Tak Tunggu Kontrak Karya Habis?

Moch Prima Fauzi - detikFinance
Selasa, 17 Jul 2018 16:10 WIB
Foto: Istimewa
Jakarta - Pemerintah sudah bisa mulai melakukan divestasi saham Freeport sebesar 51% setelah adanya penandatanganan Head of Agreement (HoA) antara Freeport McMoRan Inc, induk usaha PT Freeport Indonesia (PTFI), dengan BUMN PT Inalum (Persero) selaku BUMN.

Meski begitu, langkah tersebut dinilai pihak lain terlalu terburu-terburu karena pemerintah bisa melakukan akuisisi tanpa harus membeli saham dengan menunggu kontrak karya (KK) habis pada 2021.

Dari informasi yang didapat detikFinance, Freeport McMoRan Inc (FCX) dan pemerintah Indonesia memiliki interpretasi yang berbeda mengenai isi pasal 31-2 KK (Term Clause).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Pengertian FCX adalah Kontrak Karya (KK) akan berakhir di tahun 2021 namun FCX berhak mengajukan perpanjangan dua kali 10 tahun hingga tahun 2041. Dan pemerintah tidak akan menahan atau menunda persetujuan tersebut secara "tidak wajar".

Berdasarkan pengertian dari FCX tersebut, jika pemerintah tidak memperpanjang kontrak sampai 2041 maka perbedaan penegertian itu dijadikan landasakan dasar bagi FCX untuk membawa masalah tersebut ke arbitrase internasional. Sementara peluang pemerintah untuk memenangkan arbitrase itu tak terjamin 100%.

Bahkan, jika proses arbitrase memakan waktu, dianggap akan menimbulkan permasalahan seperti ketidakpastian operasi dan berpotensi membahayakan kelangsungan tambang. Hal itu bisa berdampak pada sosio-ekonomi bagi Kabupaten Mimika dan Provinsi Papua. Diketahui, operasional PT Freeport Indonesia (PTFI) menyumbang GDP sebesar 45% untuk provinsi, dan 90% GDP untuk kabupaten.

Merujuk pada KK pasal 22-2 (Termination Value), di akhir masa kontrak semua asset PTFI akan ditawarkan ke pemerintah minimal sama dengan harga pasar atau harga buku. Jika pemerintah tidak berminat, maka aset tersebut bisa ditawarkan ke pasar. Di tahun 2017 nilai buku aset PTFI ada di kisaran US$ 6 Miliar atau setara Rp 86 Triliun.



Menurut Direktur Reforminer Komaidi Notonegoro, meski seandainya Indonesia menang dalam arbitrase, pemerintah tidak serta merta bisa mendapatkan 51% saham PT Freeport Indonesia secara gratis.

"Jika diasumsikan Indonesia menang dalam arbitrase sekalipun, berdasarkan ketentuan KK, Indonesia sesungguhnya juga tidak akan memperoleh tambang emas di Papua tersebut secara gratis. Pemerintah Indonesia tetap harus membeli aset PTFI minimal sebesar nilai buku yang berdasarkan laporan keuangan audited, diestimasi sekitar 6 miliar dolar AS," ungkap Komaidi.

Sebelumnya Mantan Menteri Keuangan, Fuad Bawazier mengkritik kesepakatan akuisisi 51% saham Freeport. Ia mengatakan bahwa pemerintah bisa mendapatkan saham PTFI secara gratis dengan menunggu kontrak karya pada 2021.

"Sebab ibaratnya negara membeli barangnya sendiri karena sebenarnya thn 2021 izin penambangannya akan habis. Lagi pula selain pemerintah Indonesia juga tidak akan ada pihak lain yang bersedia atau berani membeli saham PTFI," kata Fuad Sabtu, (4/7/2018).




(mul/ega)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads