Ada dua kemungkinan terkait nasib Merpati. Hidup lagi atau pailit.
Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Henry Sihotang menerangkan, dalam proposal perdamaian berisi penyelesaian utang dengan kreditur. Di dalamnya, kata dia, termasuk bisnis ke depan yang akan melibatkan calon investor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Iya (lapor DPR), tergantung indikasi investor mau masuk sebagai pemegang saham. Dia bawa uang nanti pemerintah terdilusi ini seperti privatisasi ini wajib ke DPR. Makanya nanti ketika sidang kalau putus, keputusannya itu akan kita ajukan bersyarat diputus proposal perdamaian namun pelaksanaan harus memperhatikan semua ketentuan perundangan-undangan berlaku," kata dia kepada detikFinance, di Jakarta, Kamis (19/7/2018).
"Begitu diputus nggak otomatis langsung otomatis jalan, ke (kementerian) BUMN, Keuangan, DPR kalau DPR setuju juga baru jalan," sambungnya.
Namun, jika proposal perdamaian tak diterima, maka Merpati bakal pailit. Dia melanjutkan, apabila pailit maka aset akan dihitung dan dibagikan ke kreditur.
"Kalau nggak diterima berarti pailit demi hukum pailit. Diganti sama kurator, dilikuidasi kurator dan hasilnya dibagikan kepada kreditur sesuai ketentuan. Yang punya hak siapa dulu, siapa baru siapa, yang punya di situ hak kreditur," tutupnya.
Sebagai tambahan, utang Merpati saat ini tercatat sampai Rp 10,7 triliun. Sementara, asetnya hanya Rp 1,2 triliun dan ekuitasnya minus Rp 9 triliun.