Disinyalir, seretnya keuangan Pertamina karena perusahaan pelat merah ini tak kuat lagi menahan selisih harga BBM yang saat ini ditahan. Padahal harga minyak dunia tengah naik.
Pengamat Energi yang juga mantan staf khusus menteri ESDM, Said Didu menjelaskan, selisih harga tersebut lah yang menjadi beban keuangan Pertamina saat ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mencontohkan seperti BBM jenis Premium yang dijual Rp 6.500 padahal harga keekonomiannya sebesar Rp 8.500.
"Harga aslinya Rp 8.500, kemudian harga keekonomiannya pemerintah menyuruh Pertamina untuk menjual premium itu Rp 6.500 ya. Berarti Pertamina nombok Rp 2.000 per liter kan," kata dia kepada detikFinace, Senin (23/7/2018).
Begitupun Didu menjelaskan untuk solar, pemerintah hanya memberikan subsidi Rp 500 untuk solar. Saat ini harga solar di pasaran dunia Rp 8.350/liter sementara pemerintah menekan harga Rp 5.150/ liter. Artinya selisih kekurangan dari solar dan premium ditanggung Pertamina.
"Pelemahan kurs intinya tidak ekonomis maka harga jual akan dinaikkan makanya kan dulu tiap tiga bulan kan harganya ditinjau ya kan saat kebijakan ini ditetapkan harga minyaknya US$ 30-40/ barel kita menghitung bahwa selama masih US$ 50 /barel kurs Rp 13.000 ya Insyaalah keuangan pertamina masih bisa stabil," kata dia.
Sementara itu kondisi saat ini harga minyak dunia ada di kisaran US$ 70/barel dengan kurs Rp 14.500/ dolar.
"Itu US$ 50 dollar per barel dengan kurs dollar Rp 13.000 ya. Nah sekarang harga minyak di atas US$ 70 per barel dan kurs rupiah Rp14.500, kalau saya lihat saat direksi Pertamina mengirim surat ke Kementerian BUMN itu tandanya kalau mereka sudah nggak kuat lagi (menanggung,)" kata dia. (dna/dna)