Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Rhenald Kasali mengatakan, nasionalisasi ialah merebut aset milik perusahaan asing. Kemudian, mengusir perusahaan-perusahaan asing dari Indonesia.
"Merebut tanpa membeli, dan mengusir," kata dia kepada detikFinance di Jakarta, Jumat (27/7/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan, konsep nasionalisasi itu sudah berakhir di era tahun 1960-an. Tapi, itu dilakukan karena berkaitan dengan kemerdekaan. Selanjutnya, Rhenald mengatakan, saat ini tidak ada bangsa yang bisa hidup sendiri.
"Sekarang bangsa-bangsa sudah membuktikan tidak bisa hidup sendirian, bangsa-bangsa saling kolaborasi," ujarnya.
Berkaitan dengan Freeport, Rhenald menjelaskan, Indonesia perlu kolaborasi untuk mengangkat kekayaan dalam bumi untuk kesejahteraan bersama. Sebab, Indonesia belum memiliki teknologi yang canggih untuk mengelola tambang tersebut.
"Pertama teknologi misalnya memerlukan alat angkut yang bisa mengangkat armada, manusia, dan mesin ketinggian di atas 3.000 meter, itu memerlukan mobil di atas 5000 cc," ujarnya.
Baca juga: 'Serangan' Amien Rais Cs ke Freeport |
Bukan hanya itu, perlu teknologi untuk mengolah emas dan tembaga dari tambang Freeport. Tenaga kerja pun sebagian juga diperlukan dari asing lantaran mereka menguasai teknologi.
"Manusianya pun juga beragam dari berbagai bangsa bekerja di situ tentu saja mayoritas dari Indonesia," ungkapnya.
"Jadi Indonesia itu nasionalis kita adalah kekayaan alam, tapi kekayaan alam tidak bisa memberikan hasil kalau kita hanya bangsa kita sendiri," sambungnya.
Modalnya pun mesti kolaborasi. Sebab, butuh banyak dana banyak untuk mengelola tambang.
"Modalnya pun harus kolaborasi kalau 100% hanya tanah, saran saya kalau berpikir seperti itu buka gunung sebelahnya tapi dari dulu nggak ada yang buka," ungkapnya. (zlf/zlf)