"Data yang sampai pimpinan (MPR) itu tidak tepat," kata dia di JCC Jakarta, Kamis (16/8/2018).
Airlangga menerangkan, kontribusi industri dalam produk domestik bruto (PDB) sebesar 19,8%. Angka ini lebih tinggi dibanding kontribusi sektor pertanian 13,6% dan perdagangan 12,9%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, dia mengatakan, secara kuartalan juga terjadi peningkatan. Dia mengatakan, pada kuartal II 2017 industri pengolahan non migas naik 3,93%. Pada kuartal II 2018 pertumbuhannya naik lagi menjadi 4,41%.
Lanjutnya, subsektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi yakni industri karet, barang dari karet, dan plastik sebesar 11,85%, industri makanan dan minuman tumbuh 8,67%, industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki 11,38%, dan industri tekstil dan barang jadi tumbuh 6,39%.
Dari sisi perpajakan, kontribusi industri sebesar 29,9%. Selanjutnya, kontribusi cukai rokok pada tahun 2017 sebesar Rp 149,9 triliun atau mengalami kenaikan 6% dari APBN 2016.
"Di sini saya menyampaikan namanya cukai disampaikan menteri keuangan dari rokok hasil industri Rp 149,9 triliun dan naik 6% artinya yang disinyalir Ketua MPR berdasarkan data itu datanya kurang tepat," ujarnya.
Sebelumnya dari mimbar Sidang Tahunan MPR, Zulkifli mengkritik pemerintahan Jokowi-JK. Dia mengaku mendapat pesan dari kelompok emak-emak.
Zulkifli kemudian menyasar masalah pengelolaan utang Indonesia. Dia menegaskan negara harus menjaga stabilitas ekonomi dan mencegah krisis sejak dini.
"Ini merupakan titik lemah yang harus kita selesaikan agar ketahanan ekonomi jadi kuat. Kita tidak perlu lagi pakai alasan bahwa nilai tukar rupiah melemah terdampak global tanpa mau melihat diri sendiri ke dalam," ucap Zulkifli.
"Kita melihat arus impor yang bebas dan tak terkendali, sementara kemampuan ekspor melemah. Tidak ada kebijakan industri yang memadai sehingga sektornya dan daya saingnya lemah. Sektor ini tengah mengalami deindustrialisasi yang sangat memprihatinkan," kata dia. (dna/dna)