Mereka yang Menggantungkan Hidup dari Action Figure

Mereka yang Menggantungkan Hidup dari Action Figure

Fadhly Fauzi Rachman - detikFinance
Minggu, 26 Agu 2018 13:01 WIB
Foto: Komunitas Kolektor Action Figure/Angga Aliya Firdaus
Jakarta - Sudah lebih dari 10 tahun Bina Azhar Lufian menggantungkan hidupnya dari action figure. Berawal dari seorang kolektor, Bina kemudian menjajal peruntungan pada bisnis action figure pada 2004 silam. Zaman-zaman itu bisa dibilang cukup berani bagi Bina dalam menjalankan bisnis action figure. Sebab, saat itu peminat action figure belum seramai sekarang.

Action figure sendiri sejatinya adalah mainan. Namun mainan tersebut biasanya banyak diminati orang dewasa karena harganya yang terbilang tinggi untuk sebuah 'boneka mainan' anak kecil. Action figure itu juga bisa dijadikan bahan investasi karena permintaannya yang cukup tinggi. Dari situlah biasanya banyak orang yang berbisnis action figure.

Tapi jangan salah, bisnis yang dilakoni oleh Bina bukan bisnis jual-beli action figure. Melainkan jasa custom action figure. Ibaratnya, bagi mereka yang senang mengutak-atik koleksi action figure pribadi, bisa datang ke Bina untuk diubah jadi lebih menarik. Mulai dari mengubah bentuk badan, warna, hingga yang lainnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bina pun bercerita, awalnya ia tertarik pada action figure dari membaca komik dan mengumpulkan mainan figure pada 1990-an. Hingga akhirnya saat krisis moneter melanda pada 1997-1998 hobi mengoleksi mainannya terhenti. Dolar AS menggila, action figure yang merupakan barang impor juga mulai hilang di pasaran.


Cara meng-custom action figure itu pun dipelajari Bina saat kuliah. Bermodal tutorial dari majalah dan komik luar, Bina pede bisa mengutak-atik mainan jadi lebih menarik. "Jadi saya ngeliatnya 'ah, kita mah bisa bikin beginian (custom mainan)', jadi otodidak kadang-kadang kita eksperimen sendiri," cerita Bina kepada detikFinance pekan lalu.

Mereka yang Menggantungkan Hidup dari Action FigureFoto: Komunitas Kolektor Action Figure/Angga Aliya Firdaus


Hingga pada 2005-2006, Bina memutuskan untuk mendirikan workshop sendiri di kawasan Bendungan Hilir. Bina menyebutnya sebagai bengkel, namanya Fuma Studio. Kebetulan, saat itu Bina sudah bekerja di suatu perusahaan, namun karena kesal tak diangkat jadi pegawai tetap akhirnya Bina memilih keluar. Saat itulah, Bina mulai kembali menjalankan hobinya untuk mencustom action figure. Dia melihat peluang dari komunitas yang mulai bermunculan di era internet saat itu.

"Jadi saya ngeliat ini komunitas ini kelihatannya udah siap saya pikir. Kalau orang dulu mainan rusak dibuang kan gitu, karena harga nggak terlalu mahal. Tapi sekarang orang ada mainan rusak kalau bisa dibenerin, ya dibenerin. Jadi pikiran saya ke custom dan service mainan," kata Bina.

Teman kuliah Bina di Universitas Trisakti, Adi Batara juga punya minat yang sama terhadap bisnis action figure. Berawal dari koleksi, Adi juga kemudian ikut belajar custom dengan Bina. Keduanya pun sama-sama menjalankan bisnis yang bisa dibilang unik tersebut bagi orang-orang yang awam mengkoleksi mainan.



Di awal-awal menjalankan bisnis custom action figure, satu, dua pelanggan bisa didapat keduanya. Yang bisa mendorong mereka untuk memperoleh pendapatan ialah dengan menawarkan jasa ke pangsa pasar luar negeri. Sebab selain jasa costum, mereka juga beberapa kali menciptakan action figure sendiri. Bisa dibilang action figure 'indie'. Mereka menjual karyanya itu lebih banyak ke pangsa luar.

Modal bisnis yang disiapkan juga tidak terlalu besar dalam memulai usaha tersebut. Bina mengatakan, saat itu yang dipersiapkannya hanya satu figure dasar, dengan cat dan perkakas lainnya. Dia hitung dengan uang sekitar Rp 300 ribu sudah bisa memulai bisnis custom tersebut.

Mereka yang Menggantungkan Hidup dari Action FigureFoto: Komunitas Kolektor Action Figure/Angga Aliya Firdaus


Sedangkan untuk harga layanan custom dan menjual karya action figure indie buatan pribadi, mereka sendiri yang menentukan. "Biasanya kita yang nentukan opening bid-nya berapa harganya, shipping-nya juga berapa harganya," kata Bina.

Dari bisnisnya itu, Bina dan Adi bisa memperoleh pendapatan hingga lebih dari Rp 10 juta per bulan. Semua itu tergantung dari kemampuan mereka menyelesaikan berapa layanan pekerjaan yang mereka ambil. Kalau mau aman, kata Bina, harus bisa menjual atau melayani jasa di e-Bay sekitar 4 figure. Harga kisarannya, minimal US$ 100 dolar per figure.

"Jadi bisa dibilang kita hidup dari sini," katanya.

Prospek bisnis ini pun ke depannya dinilai akan terus berkembang dan menguntungkan. Cuma, kata Adi, untuk yang sudah berkeluarga bisnis model ini dirasa kurang, karena semua bergantung dari seberapa produktif si pelaku bisnis dalam mengambil pesanan. Sebab, dalam satu pesanan jasa, biasanya memakan waktu hingga satu minggu. Oleh sebab itu masalah waktu dan produktivitas menjadi tantangan utama dalam bisnis ini.

"Tapi kita ini ngerasain ya, umur ini ngaruh. Jadi makin lama speed kerjaan, produktivitas jadi turun," ujar Bina sedikit tertawa.

Selain fokus terhadap bisnisnya, Bina dan Adi sendiri juga ikut tergabung dalam komunitas pecinta action figure, yakni komunitas Marvel Legends & Marvel Select Indonesia. Mereka aktif di komunitas itu mulai dari sekadar berbagi pengalaman dan pengetahuan terhadap action figure kepada anggota komunitas lainnya.

Di komunitas itu juga, mereka berdua bisa sekaligus memperluas pasarnya. Anggota komunitas yang tertarik untuk mempermak action figurenya, entah itu mengubah bentuk, warna, atau lainnya biasanya langsung menghubungi mereka berdua. Dari situ, pundi-pundi rupiah bisa kembali mereka dapatkan.

Selain Bina dan Adi, anggota-anggota komunitas lainnya juga banyak yang memanfaatkan action figure menjadi ladang rezeki. Jadi, di samping mengkoleksi benda yang disukai, mereka juga bisa mengais rupiah dari sana. Contohnya seperti Ardi Kahfi.

Walau Ardi tak se-ekstrem Bina dan Adi yang hanya menggantungkan hidup dari action figure, namum dia juga memanfaatkan mainan koleksinya untuk dijadikan tambahan penghasilan. Di tangan kreatifnya, Ardi bisa membuat sebuah diorama action figure untuk diperjualbelikan. Diorama-diorama yang dibuat Ardi itu biasanya menyasar para pegiat toys photography yang juga menjadi anggota komunitas.

Ada juga dalam komunitas tersebut yang memang khusus bisnis jual-beli aksesoris action figure seperti yang dilakukan oleh Yosi Kurnia Wijaya. Yosi bilang, bahwa pelaku bisnis action figure tak khawatir akan kehilangan pasar.

Sebab, dalam action figure akan terus berkembang karena bakal ada beragam karakter action figure baru dari waktu ke waktu. Kolektor atau pecinta action figure pun akan terus ada dan pelaku bisnis akan menyambarnya sebagai pangsa pasar.

"Jadi istilahnya kita nggak akan bisa berhenti koleksi. Jadi pensiun itu mitos, karena ketika kita sudah lengkap punya action figure, tiba-tiba tahun depan ada yang baru, terus modelnya juga akan berubah terus. Jadi nambah terus," kata Yosi.


Saksikan juga video 'Manisnya Bisnis Minuman Cokelat Beromset Puluhan Juta':

[Gambas:Video 20detik]

(fdl/zlf)

Hide Ads