"Negara diuntungkan karena penerimaan bisa optimal," ujar ekonom sekaligus Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbanas, Aviliani, Minggu (26/8/2018).
Simplifikasi tarif cukai rokok, menurut Aviliani, juga akan membuat persaingan di industri rokok semakin sehat karena pengelompokan perusahaan besar dan kecil akan semakin jelas. Dengan begitu, persaingan yang terjadi akan lebih sehat karena bersaing dengan perusahaan besar dan sebaliknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Kepala Sub Direktorat Tarif Cukai dan Harga Dasar Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Sunaryo menjelaskan, kebijakan simplifikasi sesuai dengan Roadmap Industri Hasil Tembakau yang sudah berjalan sejak tahun 2007 dan telah mempertimbangkan berbagai situasi.
Sunaryo mengatakan, pihaknya kerap menemukan kecurangan-kecurangan yang dilakukan pabrikan rokok besar, yang berusaha menghindari membayar tarif cukai rokok tinggi. "Makanya salah satu cara dengan membuat simplifikasi. Kalau yang terkait dengan keadilan, saya kira (simplifikasi) akan membuat strata yang lebih simpel," ucap Sunaryo.
Senada dengan Sunaryo, anggota Komisi Keuangan DPR RI Donny Imam melihat adanya persaingan tidak sehat di industri rokok. Pasalnya, ada perusahaan rokok yang menyiasati volume produksi agar mendapatkan tarif yang lebih rendah. Untuk itu, pemerintah perlu menyikapinya dengan kebijakan simplifikasi cukai rokok secara bertahap.
"Nanti semua industri rokok akan fair, tidak ada lagi yang bermain," kata Donny.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146 Tahun 2017, kata Donny, positif asal konsisten dijalankan. Selain itu, perlu adanya pengawasan langsung di lapangan untuk menghindari terjadinya pelanggaran atau kecurangan. (dna/zlf)