Hal itu juga menjadi hasil rapat koordinasi (rakor) tentang biodiesel di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (28/8/2018).
Ketua Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) MP Tumanggor mengatakan komitmen penandatanganan alokasi biodiesel dilakukan oleh badan usaha Bahan Bakar Nabati (BBN) dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan juga BPDP Sawit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan penetapan alokasi biodiesel yang akan disepakati ini berjumlah 2,9 juta kiloliter (KL) yang diperuntukkan untuk PSO dan non PSO sampai akhir 2018.
Data alokasi itu, kata Tumanggor akan didistribusikan ke enam depo besar secara bertahap sampai Desember 2018. Meski demikian dirinya tidak merinci depo mana saja yang akan mendistribukannya.
Ada sebanyak 11 badan usaha penyalur BBM dan 19 badan usaha BBM yang akan diberikan alokasi volume dan lokasi penyaluran B20.
Tidak hanya itu, kata Tumanggor, pemerintah juga menetapkan sanksi Rp 6.000 per liter bagi badan usaha yang tidak patuh terhadap implementasi biodiesel 20% untuk campuran BBM.
"Jadi kita terlambat men-deliver dengan alasan memang lalai atau apa kena denda Rp 6.000 per liter," tambah dia.
Dengan diberlakukannya denda tersebut, Tumanggor berharap menjadi pemicu agar para badan usaha semakin transparan dan disiplin dalam menerapkan mandatori B20.
"Kan nggak ada denda selama ini. Fair dong, nah ini kita harapkan nggak ada lagi karena takut kena denda. Iya kan. Kalau saya misalkan 10 ribu liter, sama dengan 10 juta KL. Denda Rp 6.000, jadi Rp 60 miliar kena denda," tutup dia. (hek/ara)