Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Nanang Hendarsah menjelaskan tekanan yang terjadi pada Rupiah dipicu oleh faktor eksternal. Yakni revisi data produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat (AS) kuartal II.
"Tekanan terhadap rupiah dipicu oleh revisi data PDB AS triwulan II, dari 4,1% menjadi 4,2%, langkah PBOC memperlemah mata uang Yuan di tengah negosiasi sengketa dagang AS dan China yang belum tercapai, serta melemahnya mata uang Argentina peso dan lira Turki," kata Nanang kepada detikFinance, Kamis (30/8/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun karena sentimen global, seperti normalisasi kebijakan moneter di AS, ancaman kenaikan suku bunga The Fed hingga perang dagang AS dengan China dari Maret hingga saat ini dolar AS terus perkasa.
Hingga akhirnya dolar AS pertama kali menembus level psikologis Rp 14.000 pada Mei 2018. Namun berkat upaya pemerintah dan BI dengan menaikkan beberapa kali suku bunga acuan, penguatan dolar sempat mereda dan kembali ke level Rp 13.700 di awal Juni 2018.
Baca juga: Cetak Rekor (Lagi), Dolar AS Kian Perkasa |