Darmin menjelaskan, waktu krisis 1998 rupiah berawal dari titik sekitar Rp 2.800 dan melemah ratusan persen menjadi Rp 16.650. Sedangkan pada pemerintahan kabinet kerja awalnya rupiah berada di level sekitar Rp 12.000 menjadi Rp 14.000.
"Jangan bandingkan Rp 14.000 sekarang dengan Rp 14.000 20 tahun lalu. 20 tahun lalu itu berangkatnya dari Rp 2800 naik ke Rp 14.000," kata Darmin di Komplek Istana, Jakarta, Selasa (4/9/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Darmin, perbedaan yang mencolok soal pelemahan rupiah pada saat krisis dan sekarang dapat dilihat dari rentang pelemahannya, di mana pada 1998 rentang pelemahannya mencapai 732,5% dari Rp 2.000 menjadi Rp 16.650.
"Persoalan tahun 19998 itu 5-6 kali lipat itu. Maksud saya jangan kemudian dianggap apa kebijakan masih efektif. Nah itu kan bencana banget pandangannya," jelas dia.
Darmin menegaskan, nilai rupiah yang saat ini melemah pun masih bisa tertahan dengan fundamental ekonomi nasional yang masih sehat.
Dia mengakui bahwa masalah pelemahan rupiah saat ini salah satunya karena defisit transaksi berjalan. Akan tetapi, kondisi defisit tersebut jika dibandingkan pada saat 2014 masih lebih kecil, begitu juga dengan negara berkembang lainnya seperti Argentina dan Turki.
"Memang betul kita defisit tapi kita lebih kecil dari mereka. Begitu juga dengan inflasi, di Argentina sekarang ini 30-an. kalau lihat setahun yang lalu, 60. Jadi kita inflasi berapa, malah deflasi kita kemarin. pertumbuhan oke kita 5 koma dia paling-paling berapa," jelas Darmin.
"Dilihat dari sudut manapun walau kita ada kelemahan pada transaksi berjalan, ini bukan penyakit baru, dari 40 tahun yang lalu transaksi berjalan kita itu defisit, memang ini agak besar tapi tidak setinggi 2014, tidak setinggi tahun 94-95, tidak setinggi tahun 84, tolong membacanya, membandingkannya yang fair," tutup dia.
Baca juga: Fakta Dolar AS 1998 vs 2018 |
Saksikan juga video 'Penyebab Rupiah dan Mata Uang Dunia Melemah':