"Soal harga kedelai ya, nggak ah apa ada kenaikan harga kedelai," kata dia kepada awak media di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Kamis (6/9/2018).
Ia menjelaskan ada beberapa alasan pihaknya memilih untuk bekerjasama dengan Amerika. Salah satu diantaranya yaitu adanya kesepakatan mengenai harga kedelai yang tidak akan naik seiring dengan fluktuasi harga dolar AS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, hingga Kamis (6/9), dolar AS terpantau bergerak pada level 14.880. Angka ini turun setelah kemarin dolar AS berada di 14.999. Dari pelemahan harga rupiah ini ditakutkan akan berimbas pada berbagai sektor perekonomian di dalam negeri termasuk harga pangan. Mengenai hal ini Enggar mengaku akan segera berkomunikasi dengan pihak importir kedelai.
"Nah ya kan, karena mereka ada trade war. Para distributor para pedagang para importir kemudian para penjual kedelai itu mereka sudah berjanji untuk tidak menaikan dengan pendekatan dengan nilai kurs, karena dia tahu nilai marketnya mereka itu pedagang tahu tempe. Saya belum terupdate apakah benar kenaikannya seperti itu. Saya nanti akan telepon mereka dan mereka akan naikan berapa atas dasar apa kenaikannya, Saya akan cek betul mereka
Sebagai informasi, kedelai untuk produksi tempe di Indonesia secara keseluruhan menggunakan bahan baku impor. Pada Maret 2017 jumlah impor komoditas ini sebanyak 207,8 ribu ton dengan nilai US$ 92,6 juta. Kemudian di April 2017 mengalami peningkatan dengan volume menjadi 242,2 ribu ton dengan nilai US$ 108,0 juta.
Jika dirinci berdasarkan negara asal, Indonesia mengimpor kedelai paling besar dari Amerika Serikat dengan 238,8 ribu ton setara US$ 106,4 juta. Kedua, berasal dari Kanada dengan volume 2.076 ton yang nilainya US$ 970,6 ribu.
Ketiga, dari Malaysia sebanyak 738,7 ton dengan nilai US$ 387,9 ribu. Keempat, berasal dari Benin sebesar 531,0 ton dengan nilai US$ 199,6 ribu.
Jika dilihat dari Januari-April 2017, total impor kedelai mencapai 1,04 juta ton dengan nilai US$ 467,01 juta. Sedangkan Januari-April 2016 mencapai 767,3 ribu ton dengan nilai US$ 305,3 juta. (dna/dna)