Dia menceritakan, neraca pembayaran pada 2016 dan 2017 masih mengalami defisit sekitar US$ 17 miliar. Namun pada tahun itu juga terdapat inflow sekitar US$ 29 miliar, sehingga defisit masih bisa ditutupi.
"Sehingga neraca pembayaran secara keseluruhan masih positif karena trade account dan current account deficit bisa dibiayain oleh capital inflow yang nilainya hampir 2 kali lipat dari defisitnya," kata Sri Mulyani di ruang rapat Komisi XI DPR, Jakarta, Senin (10/9/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di 2018 dinamika berubah di mana capital inflow tidak mengalami sekuat seperti 2016 dan 2017," jelas dia.
Menurut Sri Mulyani, arus modal tersebut penting bagi neraca modal dalam negeri. Sebab, jika neraca modal surplus maka bisa membiayai transaksi berjalan yang selama ini defisit.
"Ini lah yang mungkin kita harus waspadai terkait dengan sentimen yaitu psikologi. Kedua mengenai faktual policy perdagangan, di AS versus mitra dagangnya, ketiga mengenai kebijakan moneter AS yang cenderung suku bunganya meningkat dengan capital kembali ke AS, hal tersebut yang akan menentukan sentimen terhadap rupiah kita," tutup dia.
Seperti diketahui capital inflow adalah jumlah uang asing atau sumber eksternal lain yang masuk ke suatu negara lewat pembelian aset di negara tersebut. Mengalirnya arus modal masuk ke suatu negara akan membuat rupiah kian 'berotot'.
Derasnya capital inflow mampu mendongkrak kekuatan mata uang lokal karena uang asing yang masuk tadi harus berubah wujud dulu agar bisa tampil dalam mata uang lokal. Tantangan bagi otoritas dan pelaku industri -baik industri keuangan maupun sektor riil- adalah bagaimana menciptakan iklim investasi yang membuat dana-dana asing ini betah tinggal lama di Indonesia.