Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, tekornya neraca dagang RI di Agustus masih disumbang tingginya impor di sektor minyak dan gas (migas).
"Apa yang sebabkan defisit US$ 1,02 miliar karena defisit dari migas sebesar US$ 1,6 miliar, tapi non migas masih surplus US$ 630 juta," kata dia saat jumpa pers di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (17/8/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: BPS: Neraca Dagang Agustus Tekor US$ 1,02 M |
Defisit neraca perdagangan RI di bulan Agustus juga berpengaruh pada defisit neraca dagang secara tahun berjalan alias year to date (ytd). Sejak Januari, defisit neraca perdagangan masih disumbangkan oleh defisit di sektor migas.
"Neraca dagang Januari-Agustus defisit kita US$ 4,09 miliar. Tapi kalau dilihat komposisinya, terjadi Karena ada defisit dari migas sebesar US$ 8,03 miliar, tapi non migasnya masih surplus US$ 4 miliar. Sehingga full year kita masih defisit US$ 4,09 miliar," tambah dia.
Pemerintah, memang masih mempertahankan kebijakan untuk tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Kebijakan tersebut dilakukan di tengah tingginya nilai tukar dolar AS yang saat ini bergerak di kisaran Rp 14.800.
Baca juga: Mendag: Impor Bukan Barang Haram |
Tingginya nilai dolar AS membuat nilai transaksi pembelian minyak ikut meningkat. Maklum saja, minyak mentah sebagai bahan baku BBM di Indonesia didominasi oleh minyak mentah impor yang transaksinya menggunakan dolar AS.
Saksikan juga video 'Bulan April, Neraca Dagang Indonesia Defisit US$ 1,63 miliar':
(dna/ara)