Pemerintah Andalkan B20 Benahi Neraca Dagang yang Tekor

Pemerintah Andalkan B20 Benahi Neraca Dagang yang Tekor

Hendra Kusuma - detikFinance
Selasa, 18 Sep 2018 07:28 WIB
Pemerintah Andalkan B20 Benahi Neraca Dagang yang Tekor
Foto: Achmad Dwi Afriyadi
Jakarta - Neraca perdagangan Indonesia per Agustus 2018 kembali defisit walaupun angkanya tidak sebesar bulan sebelumya.

Neraca perdagangan Indonesia per Agustus 2018 defisit sebesar US$ 1,02 miliar. Salah satu penyebab defisit karena impor minyak dan gas (migas) yang tinggi.

Pemerintah pun sudah menyiapkan strategi untuk menekan impor migas di bulan selanjutnya. Bukan melepas atau menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) berubsidi, melainkan bertopang pada program mandatori biodiesel 20% (B20).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Simak selengkapnya di sini:

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku pemerintah bakal menutup defisit neraca perdagangan yang disumbang oleh impor minyak dan gas (migas) dengan penerapan program mandatori biodiesel 20% (B20).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyebut pelaksanaan B20 pun akan menjadi kunci bagi pemerintah dalam menekan defisit neraca perdagangan.

Menurut dia, penerapan B20 akan memberikan jawaban apakah defisit neraca perdagangan yang sudah terjadi belakangan ini menjadi anomali atau sebuah tren yang baru.

"Oleh karena itu nanti untuk pelaksanaan B20 dan juga adanya kenaikan impor kemarin dari migas terutama pada bulan sebelum diberlakukannya B20 kita akan lihat apakah itu suatu tren ataukah anomali. Sehingga kita juga bisa melihat," jelas dia di DPR RI, Jakarta, Senin (17/8/2018).

Berdasarkan diskusi dengan Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri ESDM Ignasius Jonan, pemerintah terus berupaya menjaga kinerja neraca perdagangan secara keseluruhan.


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan buka suara terkait neraca dagang tekor karena impor migas. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia di bulan Agustus 2018 defisit US$ 1,02 miliar, di mana defisit migas US$ 1,6 miliar dan non migas surplus US$ 630 juta.

Jonan menjelaskan, outlook penerimaan migas dan minerba sampai akhir tahun diperkirakan mencapai Rp 240,3 triliun. Angka ini lebih tinggi dibanding dengan proyeksi dalam Anggaran Penerimaan Negara dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 156,7 triliun.

Dari Rp 240,3 triliun outlook penerimaan migas dan minerba, sekitar Rp 200 triliun berasal dari migas.

"APBN itu Rp 156 triliun doang penerimaan migas dan minerba, outlooknya Rp 240 triliun," kata dia di Kementerian ESDM Jakarta, Senin (17/9/2018).

Sementara, outlook untuk subsidi energi di tahun 2018 diperkirakan mencapai Rp 148,9 triliun. Dalam APBN, subsidi energi sebesar Rp 94,6 triliun.

Dia mengatakan, outlook penerimaan negara dan subsidi untuk tahun 2018 sama-sama naik. Hal itu disebabkan oleh kenaikan harga minyak mentah.

Lanjutnya, kelebihan penerimaan negara tahun ini diproyeksi akan lebih besar dengan perhitungan penerimaan migas dan minerba dikurangi subsidi energi. Dalam APBN, kelebihan penerimaan sebesar Rp 62,1 triliun, sedangkan dalam outlook diperkirakan mencapai Rp 91,4 triliun.


Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberi penjelasan terkait nilai ekspor migas yang turun, sementara impor mengalami kenaikan.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, turunnya nilai ekspor disebabkan oleh menurunnya jumlah produksi. Hal itu tak lepas dari perpindahan pengelolaan blok-blok asing. Blok asing selama ini memproduksi minyak dan mengekspornnya ke luar negeri.

"Ekspor turun iya, karena ada blok yang dulunya milik asing Total terutama Mahakam sekarang menjadi milik Pertamina. Kedua, penurunan produksi sekitar 30 ribu barel per day sehingga ekspor turun," kata dia di Kementerian ESDM Jakarta, Senin (17/9/2018).

Sementara, impor meningkat karena meningkatnya kegiatan ekonomi. Hal tersebut juga tercermin dari meningkatnya produksi batubara.

"Apakah impor turun? Harusnya impor turun. Tapi pada kenyataan impor naik kan, impor naik ini. Ada dua, kegiatan ekonomi yang naik misalnya, dulu yang BBM solar kita produksi, RKAB dari tahun lalu ke tahun sekarang batubara aja 20%. Kegiatan ini impor BBM naik, iya," jelasnya.


Impor migas pada Agustus 2018 mencapai US$ 3,05 miliar atau naik 14,5% dibanding Juli 2018 dan meningkat 51,43% dibanding Agustus 2017.

Nilai impor migas pada Agustus 2018 bahkan tercatat yang paling tinggi dalam setahun terakhir.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diterima detikFinance, Senin (17/9/2018), jenis migas yang diimpor pada bulan Agustus terdiri dari beberapa jenis. Di antaranya adalah jenis minyak mentah, hasil minyak seperti bahan bakar motor dan minyak ringan, bahan bakar pesawat, bahan bakar diesel, gas dan hasil minyak lainnya.

Impor bahan bakar motor dan minyak ringan menjadi yang paling banyak pada Agustus yang mencapai US$ 1,6 miliar. Kemudian disusul minyak mentah berupa crude petroleum oils, condensates, dan jenis minyak mentah lainnya sebesar US$ 1,04 miliar.

Adapun peningkatan volume impor migas disebabkan oleh naiknya volume impor minyak mentah 75,17% (776.100 ton) dan gas 3,17% (15.800 ton), namun volume impor hasil minyak turun 4,17% (109.600 ton).

Impor migas pada bulan Agustus 2018 paling tinggi peningkatannya berasal dari Filipina yang naik 119,35% terhadap Juli 2018.

Kemudian disusul oleh Jerman yang naik 90,5%. Sementara Italia dan Polandia menjadi negara asal pengimpor migas ke Indonesia yang paling dalam penurunannya.

Hide Ads