Dolar AS Perkasa, Ekspor Masih Loyo

Dolar AS Perkasa, Ekspor Masih Loyo

Trio Hamdani - detikFinance
Selasa, 18 Sep 2018 08:20 WIB
Dolar AS Perkasa, Ekspor Masih Loyo
Foto: Pradita Utama
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia kembali defisit US$ 1,02 miliar di Agustus 2018.

Defisit terjadi karena impor Indonesia pada Agustus 2018 tercatat US$ 16,8 miliar, terutama karena defisit dari migas sebesar US$ 1,6 miliar, sementara non migas masih surplus US$ 630 juta.

Sayangnya di tengah defisit neraca dagang, ekspor Indonesia belum mampu berperan banyak, terlihat dari ekspor pada Agustus mencapai US$ 15,82 miliar, turun sekitar 2,6% dibandingkan Juli sebesar US$ 16,24 miliar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ekspornya masih tumbuh tapi ternyata impornya tumbuh lebih tinggi," ujar Kepala BPS Suhariyanto saat jumpa pers di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (17/8/2018).

Bahkan ekspor tak terlalu berdaya di tengah depresiasi atau pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Berikut informasi selengkapnya.
Bank Indonesia (BI) menilai masih ada kendala pada sisi ekspor. Padahal di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) beberapa waktu lalu bisa memacu ekspor.

"Ya berarti ekspornya kita masih punya kendala, meskipun dari sisi manufaktur, meskipun dari sisi depresiasinya nilai tukar kita seharusnya itu bisa membantu faktor pendorong kompetitif dari sisi ekspor," Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018).

Sementara peningkatan ekspor sendiri merupakan salah satu cara bagi Indonesia mengatasi defisit neraca perdagangan.

"Memang kita masih punya upaya gimana ekspornya lebih tumbuh terutama ekspor manufaktur. Harusnya dengan dorongan rupiah yang sudah terdepresiasi ini bisa menjadi satu faktor untuk kompetitif kita dari sisi ekspor," jelasnya.

Tapi menurutnya, pertumbuhan harga komoditas yang kurang begitu baik jadi salah satu penyebab kenapa pertumbuhan ekspor melambat.

"Harga harga komoditi memang agak kecenderungan melambat di bulan bulan terakhir. Itu juga berpengaruh ke harga ekspor komoditi kita," tambahnya.


Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan angka defisit Agustus masih di bawah ekspektasi pasar. Dia menekankan, untuk mengatasi defisit neraca perdagangan tidak bisa instan.

"Ya mungkin harapan pasar lebih dari itu ya, tentunya kita butuh waktu karena tentunya prosesnya tidak bisa langsung impor dipotong, kemudian dikurangi, karena ada satu proses," katanya ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018).

Di luar itu, Dody mengatakan bahwa defisit neraca perdagangan trennya terus membaik, dibuktikan dengan membandingkan defisit pada Juli.

"Yang penting adalah kita melihat ada progres bagaimana defisit itu dari sisi trade balance-nya lebih kecil," sebutnya.

Meski belum bisa memastikan, dia mengatakan arah ke depan akan terjadi penurunan impor sehingga diharapkan defisit neraca perdagangan terus membaik.

"Kita lihat saja nanti, karena data datanya kita masih belum punya secara akurat untuk bisa mengatakan trennya seperti apa (ke depan) tapi secara besarannya kita mengarah penurunan," paparnya.

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menyampaikan, pihaknya selaku bank sentral berupaya tetap menjaga aliran dana asing ke dalam negeri. Hal itu demi menjaga pasokan dolar AS untuk membiayai defisit.

"Yang penting berikutnya adalah bagaimana menjaga inflow modal masuk, karena bagaimanapun juga defisit itu perlu pembiayaan, dan itu tentunya nanti akan tertutup kalau misalnya aliran modal masuk," katanya ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018).

Untuk menarik modal asing masuk ke Indonesia, BI berupaya memastikan agar suku bunga acuan bank sentral tetap kompetitif di antara negara-negara regional di tengah aliran modal masuk ke negara berkembang yang berkurang.

BI sendiri sudah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin pada 15 Agustus 2018. Saat ini BI 7 Days Reverse Repo Rate berada di level 5,5% dari sebelumnya 5,25%.

"Itu lah fungsinya kita salah satu tujuan kita menaikkan suku bunga, menjaga suku bunga kita atraktif dari negara negara lain untuk menarik modal masuk," sebutnya.

Namun, melihat situasi saat ini, BI tidak akan tergesa-gesa kembali menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, sekalipun negara lain sudah ada yang menaikkan suku bunga.


Meski defisit, angka tersebut lebih baik dibanding defisit bulan sebelumnya yang mencapai US$ 2,03 miliar.

"Kalau angka kita lihat overall total, sebenarnya lebih baik sekarang ini daripada kemarin itu angkanya," ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Senin (17/9/2018).

Meski demikian, pemerintah sebenarnya berharap neraca bisa surplus bulan ini.

"Memang kita harapkan surplus ternyata masih minus sedikit satu, tapi sebenarnya membaik," ujarnya.

Lebih lanjut, Luhut mengatakan, saat ini pemerintah tengah mengupayakan cara untuk meredam impor yang imbasnya diharapkan memperkuat rupiah. Caranya dengan mendorong pemakaian komponen dalam negeri, pariwisata, hingga biodiesel 20% atau B20.

"Teknis kami sekarang, seperti TKDN, biodiesel, pariwisata, itu B20 itu, dan kemudian insentif-insentif lagi dikerjain, sekarang lagi tahap penyusunan dan eksekusi," ujarnya.


Hide Ads