Sandy bercerita, bermula pada April 2016, rekannya Fales yang telah berkecimpung di dunia sepatu selama 6 tahun melihat adanya permasalahan di industri fesyen. Industri fesyen, menurutnya, telah menjadi industri terkotor nomor dua di dunia setelah minyak bumi dan gas.
Dari situ, Fales kemudian mengajak Sandy yang merupakan teman kuliahnya untuk mulai berbisnis fesyen ramah lingkungan. Bermodal Rp 20 juta dari kantung pribadi, 'Pijak Bumi' kemudian didirikan anak-anak muda tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kita memutuskan untuk mendirikan pijak bumi. Nama 'Pijak Bumi diambil dari nama old proverb, ketika kita memijakkan kaki ke bumi atau ke tanah, kita mendapatkan energi yang baik," cerita Sandy kepada detikFinance, Sabtu (30/9/3018).
Bukan hal yang mudah bagi Sandy dan Fales untuk melangkahkan bisnisnya. Sandy mengatakan, kendala terbesar yang dihadapi 'Pijak Bumi' adalah masih kurangnya ketidakpahaman mengenai perbedaan produk ramah lingkungan dengan yang tidak.
Menurutnya, setiap orang tanpa tanpa sadar belanja barang-barang yang ada, dan tidak memikirkan akhir dari barang belanjaannya bila sudah tak terpakai. Sebab kata dia, barang-barang belanjaan di seperti baju, celana, hingga sepatu yang menjadi sampah akan menjadi limbah fesyen yang sulit diolah kembali.
Padahal, kata Sandy, terdapat keunikan yang dimiliki 'Pijak Bumi'. Selain ramah lingkungan, desain yang bergaya minimalis serta fungsional dan daya tahan yang kuat menjadi keunggulan tersendiri dari produk 'Pijak Bumi'.
"Kalau disimpulkan kendala kami itu untuk melakukan edukasi yang tepat kepada customer kami dan juga memberikan produk yang tidak hanya ramah lingkungan tapi juga mudah perawatan," katanya.
![]() |
Tonton juga 'Mengenal Pijak Bumi, Sepatu Ramah Lingkungan':
Sampai akhirnya di awal 2017 lalu, Sandy bercerita kalau bisnisnya sempat hampir mengalami masalah besar. Saat itu, kata Sandy, mereka melakukan kesalahan mengenai pola bisnis yang dijalankan tanpa melihat konsekuensi ke depannya. Untungnya, masalah tersebut bisa diselesaikan.
"Kami lakukan kesalahan karena keserakahan kami sendiri. Kami masuk langsung ke banyak ke toko-toko tanpa memikirkan konsekuensi, ada penjualan yang tertunda, ada keuntungan yang tertunda, itu hampir membawa kami ke titik yang bermasalah," katanya.
Dengan belajar dari berbagai kesalahan, 'Pijak Bumi' kemudian bisa terus berkembang pesat. Bahkan kini, pasar dari produk sepatu ramah lingkungan itu telah mencapai lima benua dunia. Sepatu-sepatu 'Pijak Bumi' telah sampai ke Kanada, Perancis, Swedia, Inggris, hingga Hongkong.
"Tapi pembeli paling banyak masih dari Asia Tenggara, Filipina, Singapura, dan Malaysia," katanya.
Sementara untuk di pasar dalam negeri, 'Pijak Bumi' memasarkannya ke seluruh wilayah. Hal itu lantaran, 'Pijak Bumi' memanfaatkan dunia digital dan online untuk menjangkau konsumennya. Mulai dari media sosial Instagram, hingga melalui website resmi 'Pijak Bumi'.
Setelah lebih dari dua tahun berdiri, bisnis 'Pijak Bumi' sudah bisa menghasilkan omzet hingga Rp 50 juta per bulan, dengan rata-rata pemesanan hingga 200 pasang sepatu.
"Harapan untuk 'Pijak Bumi' depannya adalah, kami ingin 'Pijak Bumi' jadi usaha yang lebih maju, lebih prosper, dan juga nautical fesyen jadi hal yang diketahui orang banyak, dan 'Pijak Bumi' bisa menjadi brand representatif nomor satu di Indonesia yang mengusung nautical fesyen, tidak hanya sepatu di masa depan," katanya.
Bila Anda tertari dengan sepatu dari Pijak Bumi, bisa langsung menghubungi kontak ini:
Instagram: @pijakbumi
Website: www.pijakbumi.com (fdl/fdl)